Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Sulit Berharap Pansel KPK Independen

Kompas.com - 22/05/2015, 11:01 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan, Indonesia menganut sistem kekuasaan yang terdistribusi sehingga sulit membentuk pemerintahan yang bersih. Hal tersebut membuat publik sulit mengharapkan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang independen.

"Sistem kekuasaan yang dianut di negeri ini distribution of power, maka untuk mengharap Pansel yang independen cukup sulit," ujar Bambang melalui pesan singkat, Jumat (22/5/2015).

Bambang mengatakan, berbagai nama dalam Pansel tersebut dikenal masyarakat dengan beragam reputasi. Ia khawatir Pansel tersebut ditunggangi oleh kejahatan terorganisasi yang membuat mereka tidak independen. (Baca: Ini Profil Sembilan "Srikandi" Pansel KPK)

Menurut dia, belum tentu anggota Pansel KPK itu bebas dari korupsi. Terlebih lagi, DPR akan ikut campur tangan dalam proses seleksi dengan melakukan uji kelayakan dan kepatutan. Bambang khawatir akan muncul kejahatan terorganisasi yang terselubung dalam proses seleksi ini.

"Kalau mengharap pemerintahan bersih, organized crime tidak diberantas dengan serius, maka korupsi akan tetap merajalela," kata dia. (Baca: Tunjuk 9 "Srikandi" di Pansel KPK, Jokowi Beri Pesan Serius ke DPR)

Presiden Jokowi menunjuk sembilan orang dari berbagai disiplin ilmu yang masuk dalam Pansel KPK. Selain mayoritas diisi oleh orang yang berlatar belakang pemerintahan serta akademis, semua anggota Pansel itu adalah perempuan.

Mereka akan bekerja mencari pimpinan terbaik KPK untuk menggantikan posisi pimpinan KPK saat ini yang akan berakhir masa jabatannya pada Desember 2015. (Baca: Johan Budi: Pansel Harus Pastikan Pimpinan KPK Mendatang Bebas Beban Hukum)

Mereka adalah Destry Damayanti (ekonom, ahli keuangan dan moneter); Enny Nurbaningsih (pakar hukum tata negara); Harkristuti Harkrisnowo (pakar hukum pidana dan HAM, Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkumham); Betti S Alisjahbana (ahli IT dan manajemen); dan Yenti Garnasih (pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang).

Selain itu, ada Supra Wimbarti (ahli psikologi SDM dan pendidikan); Natalia Subagyo (ahli tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi); Diani Sadiawati (Direktur Analisis Peraturan Perundang-undangan Bappenas); dan Meuthia Ganie-Rochman (ahli sosiologi korupsi dan modal sosial).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com