"Enggak pernah begitu. Waktu itu, ada undangan, tetapi untuk diskusi, tetapi dibatalkan," ujar Yenti saat dihubungi, Selasa (19/5/2015).
Yenti mengatakan, ia tidak pernah mengikuti gelar perkara kasus Budi di Bareksrim Polri dan menyimpulkan bahwa kasus tersebut tidak layak sidik. Menurut dia, kalaupun gelar perkara telah dilakukan, kemungkinan dirinya tidak dilibatkan.
"Saya belum pernah merasa diundang kembali. Jangan sampai disimpulkan BG tidak layak disidik, tapi disebutkan ada saya di situ," kata Yenti.
Pertemuan yang dimaksud Yenti adalah rencana gelar perkara yang pernah dilakukan Bareskrim Polri pada 14 April 2015 lalu. Saat itu, kata Yenti, ia sempat datang ke Bareskrim Polri dan diperlihatkan sejumlah berkas terkait penyidikan kasus Budi. Namun, ia tidak mempelajari lebih lanjut berkas tersebut sehingga belum muncul kesimpulan apakah kasus Budi layak dilanjutkan atau tidak.
"Kalau gelar perkara saja belum gimana bisa ada statement enggak pantas disidik? Mana berani saya menilai sesuatu kalau hanya sepintas, enggak saya pelajari dulu," kata Yenti.
Polri putuskan tak lanjutkan kasus Budi
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak mengatakan, dalam gelar perkara dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan diputuskan bahwa kasus tersebut tak layak ditingkatkan ke penyidikan. Victor menyebutkan, gelar perkara dihadiri tiga pakar hukum, yakni Chairul Huda, Teuku Nasrullah, dan Yenti Garnasih.
Dengan demikian, kata Victor, Polri menganggap penyidikan tidak memenuhi syarat dan menganggap perkara tersebut tidak ada. Soal rencana gelar perkara bersama yang sempat digembar-gemborkan akan dilakukan secara terbuka, Victor berdalih Polri telah berupaya melaksanakannya. Namun, ia beralasan, tidak ada satu pun yang bersedia hadir dalam gelar perkara tersebut. Victor juga memastikan bahwa tidak akan ada gelar perkara lagi untuk dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan.
Budi Gunawan ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan transaksi mencurigakan. Ia dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pihak Budi lalu mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap penetapan tersangka itu.
Sidang praperadilan yang dipimpin hakim Sarpin Rizaldi memutus bahwa penetapan tersangka Budi oleh KPK tak sah. Status tersangka Budi dinyatakan batal. Pasca-putusan praperadilan, KPK melimpahkan berkas perkara Budi ke Kejaksaan Agung. Selanjutnya, kejaksaan justru melimpahkan kasus itu ke kepolisian dengan alasan polisi pernah mengusut kasus tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.