JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menyadari posisinya sulit untuk menyelesaikan perselisihan kepengurusan Partai Golkar dan PPP. Laoly yakin keputusannya akan menuai kritik keras dari pihak yang merasa dikalahkan.
Laoly menuturkan, pimpinan partai politik yang berkonflik seharusnya ikut bertanggungjawab pada masalah ini. Ia khawatir akan muncul kemarahan dari para kader partai yang berkonflik karena jengah dengan masalah yang tidak kunjung selesai.
"Saya khawatir nanti kader marah ke atas, bukan ke saya, kok enggak damai-damai? Saya cuma tumbalnya saja," kata Laoly, di Balai Kartini, Jakarta, Senin (4/5/2015).
Meski demikian, Yasonna menyatakan akan menjalankan tugasnya yang mewakili pemerintah menerbitkan SK kepengurusan partai politik dengan sebaik-baiknya. Ia memastikan keputusan yang diambil pemerintah terkait kepengurusan Golkar dan PPP selalu dilandasi oleh aturan hukum yang berlaku.
"Itu tugas saya, dan saya bisa jelaskan semua dasar hukumnya," ujar Yasonna.
Laoly menampik jika dirinya dianggap berpihak atau tergesa-gesa dalam mengambil keputusan terkait kepengurusan Golkar dan PPP.
Sebaliknya, ia mengaku ingin cepat mengambil keputusan agar partai yang berkonflik dapat segera mempersiapkan diri menghadapi agenda politik, khususnya pilkada serentak pada Desember 2015 nanti.
Bagi Laoly, pilkada serentak merupakan ujian bagi semua elite partai politik untuk mendahulukan kepentingan partai ketimbang kepentingan individu. Ia mengatakan hal tersebut karena konflik Golkar dan PPP terindikasi terjadi karena kentalnya muatan kepentingan individu.
"Di mana-mana, suatu keputusan pasti ada dikatakan tidak adil. Itu sudah menjadi persoalan, tapi jangan katakan saya memutus tidak ada dasar hukumnya," pungkas Laoly.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.