Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Republik Riuh Rendah"

Kompas.com - 03/05/2015, 17:39 WIB


Oleh: Budiarto Shambazy

JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo mengakui secara terbuka popularitas dia turun saat usia pemerintahannya mencapai enam bulan. "Banyak yang sampaikan ke saya, 'Pak, popularitasnya turun'. Memang policy kita di depan sakit semua," kata Jokowi dalam acara silaturahim dengan pers di Auditorium TVRI, Senayan, Jakarta, Senin (27/4/2015) malam.

Jokowi mengatakan tidak takut popularitasnya turun karena mengambil kebijakan tak populer jika itu menjamin kebaikan di kemudian hari. "Perubahan butuh pil pahit, kesabaran, pengorbanan. Tapi, keyakinan itu harus kita miliki. Perlu loncatan keberanian. Kalau itu diperlukan, akan saya putuskan," katanya.

November 2014, di hadapan warga negara Indonesia di Melbourne, Australia, Jokowi juga mengungkapkan popularitasnya turun setelah mengalihkan subsidi BBM. Sambil bercanda, dia mengatakan, hal itu hanya akan berlangsung sebulan.

"Popularitas turun gara-gara BBM, ya, itu risiko. Masa pemimpin penginnya populer terus? Kalau untuk kebaikan, saya enggak peduli enggak populer. Paling sebulan. Setelah itu minta foto lagi. Pak selfie, Pak," canda Jokowi disambut tawa hadirin.

Meski mengalami penurunan, sejumlah hasil jajak pendapat membuktikan popularitas Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla masih tergolong tinggi. Tidak perlu memperlakukan hasil jajak-jajak pendapat itu untuk mengambil keputusan meskipun tetap dibutuhkan sebagai rujukan.

Jokowi sosok yang sejauh ini dapat dianggap jujur, sederhana, dan, yang terpenting, bukan bagian bablasan Orde Baru. Persoalannya, mungkin berhubung dia the new kid on the block, dia belum membuktikan diri sebagai sosok kepala negara yang berani.

Namun, pada Jumat (1/5) kemarin, Jokowi tampak tegas meminta Polri tidak menahan seorang penyidik KPK, Novel Baswedan.

Wajar setelah enam bulan muncul rasa kecewa terhadap sebuah pemerintahan baru. Hal ini terjadi di negara mana pun di dunia. Kekecewaan itu biasanya bersumber dari kegagalan pemerintah memenuhi janji-janji kampanye.

Tidak ada politisi yang tak berbohong dalam kampanye, mulai dari ngibul sampai "kebohongan ringan" (white lies). Kedua jenis kebohongan itu mungkin dilakukan semua politisi yang bertarung di pemilihan eksekutif/legislatif dari pusat sampai daerah beberapa tahun terakhir ini, khususnya di Pilpres 2014.

Keberadaan Anda selama lima menit di kotak suara bertujuan memilih wakil Anda untuk periode lima tahun. Pasti tak sedikit dari Anda yang telah menyesal memilih duet Jokowi-Kalla pada tahun lalu.

Kalau di Amerika Serikat ini namanya too dumb to be governed. Celakanya, untuk kasus di Indonesia mungkin bisa ditambahi too dumb to governed.

Intinya, tak ada politisi yang memenuhi 100 persen janji kampanye. Di lain pihak, kekecewaan itu tidak bisa langsung dikompensasi dengan pergantian legislatif/eksekutif di tengah jalan.

Belum lama ini kita menjadi tuan rumah peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika di Jakarta dan Bandung. Dari sekarang ada baiknya Presiden Jokowi mempersiapkan KTT Indonesia-Afrika untuk menggenjot ekspor kita ke "benua masa depan" yang bakal menjadi pusat pertumbuhan ekonomi tertinggi itu.

Jokowi juga sudah manggung di KTT APEC di Beijing, Tiongkok; KTT G-20 di Melbourne, Australia; dan dua kali KTT ASEAN. Semua negara dan kawasan respek terhadap Indonesia dan ingin menjalin hubungan erat dengan Jokowi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com