JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan sela yang dikeluarkan Pengadilan Tata Usaha Negara atas sengketa dualisme kepemimpinan Partai Golkar, dianggap kurang berlaku bagi DPP partai itu. Putusan itu dianggap hanya berlaku bagi Kementerian Hukum dan HAM yang menerbitkan surat keputusan yang menyatakan mengesahkan kepengurusan kubu Ancol.
"Harusnya (putusan sela itu hanya berlaku) ke Kemenkumham saja. Tapi, kalau Agung Laksono melaksanakan putusan itu soal lain," ujar pakar hukum tata negara Lintong Oloan Siahaan saat dijumpai di PTUN, Senin (27/4/2015).
Lintong menambahkan, Agung dapat tetap menjalankan roda organisasi partai. Apabila di dalam menjalankan tugasnya terdapat kesalahan yang dilakukan, maka kubu Bali dapat menggugat kubu Ancol ke pengadilan. "Kalau Agung melanggar, maka gugatlah ke pengadilan," ujarnya.
Pengadilan TUN sebelumnya mengeluarkan putusan sela yang menyatakan bahwa SK Menkumham terkait Partai Golkar harus ditunda pelaksanaanya hingga ada putusan tetap PTUN.
"Menteri Yasonna dalam hal ini menghormati putusan PTUN tentang penetapan penundaan perkara tersebut," ujar Kepala Biro Humas Kemenkumham Ferdinand Siagian, saat membacakan pernyataan resmi Yasonna, Rabu (1/4/2015).
Ferdinand mengatakan, Menteri Hukum dan HAM menegaskan bahwa ia tidak dalam posisi untuk melakukan tindakan hukum apa pun terkait hasil putusan PTUN. Hingga saat ini, kata Ferdinand, Yasonna menunggu pemeriksaan lanjutan terkait pokok perkara atas gugatan Aburizal ke PTUN.
Pokok perkara gugatan yang dimaksud adalah Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar kubu Agung Laksono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.