Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Sebut Energi Nuklir sebagai Alternatif Terakhir di Indonesia

Kompas.com - 14/04/2015, 12:54 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa energi nuklir menjadi alternatif terakhir yang akan dikembangkan pemerintah. Menurut Kalla, masih banyak sumber energi alternatif lainnya yang lebih cocok untuk kondisi geologi dan sosiologi Indonesia dibandingkan dengan nuklir.

"Nuklir hanya cocok di Jawa, ini alternatif terakhir. Sehebat-hebatnya Jepang menjaga teknologinya, kena juga dia (bencana karena nuklir). Apalagi kita, yang kadang-kadang sembrono," kata Kalla saat menghadiri seminar Indonesia dan Diversifikasi Energi, di Jakarta, Selasa (14/4/2015).

Kalla mengakui, potensi energi dari nuklir tergolong besar. Namun, saat ini, dunia terbelah dalam menanggapi potensi energi nuklir. Sebagian negara mulai menurunkan produksi energi nuklir, sementara negara lainnya masih giat mengembangkan teknologi tersebut.

Kalla lalu mencontohkan Jepang yang mulai mengurangi pengembangan nuklirnya setelah bencana Fukushima. Ketika itu, gempa hebat mengguncang timur laut Jepang, disusul tsunami 20 meter yang menyapu kawasan permukiman pantai. Gempa dan tsunami kemudian menyebabkan kecelakaan besar pada reaktor atom Fukushima.

"Jepang sudah menurunkan (produksi energi nuklir) akibat Fukushima, AS menurunkan, Jerman dan Perancis jalan terus, sampai pada akhirnya nanti ditemukan teknologi nuklir yang aman," ujar Kalla.

Ia menambahkan, nuklir di Indonesia paling cocok dikembangkan di Pulau Jawa. Namun, Pulau Jawa merupakan bagian dari cincin api (ring of fire) yang rawan gempa.

"Belitung juga cocok, tetapi mau dikasih kabel ke Jawa mahal. Di Kalimantan juga bisa, tetapi enggak ada sumber. Yang banyak di situ, batu bara," sambung dia.

Atas pertimbangan tersebut, Wapres menyampaikan bahwa kebijakan diversifikasi energi akan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Kebijakan diversifikasi juga harus mengutamakan tiga prinsip, yakni bersih lingkungan, mudah, dan murah.

"Kita ring of fire, beda dengan Perancis. Kalau (memang) bisa, saya katakan bisa (kembangkan nuklir). Korea misalnya, dia tidak punya apa-apa, tidak punya batu bara, hidro, gas, dia pasti ke nuklir. Jadi, disesuaikan dengan kondisi negaranya. Amerika 60 persen energi tetap coal (batu bara). Tidak semua negara memakai nuklir, tetapi mereka sudah mulai mengembangkannya," tutur Kalla.

Di samping itu, menurut dia, pengembangan nuklir di Indonesia tampaknya belum mudah diterima masyarakat. Ia mencontohkan rencana pengembangan nuklir di wilayah Kudus yang ditentang warga.

"Di Jawa, yang bisa dibeli hanya di Kudus. Namun, belum apa-apa, semua sudah demo karena di situ ada pabrik rokok. Jadi, tidak semudah itu, ketika dunia ada, kita ikut. Tidak. (Akan tetapi) dia tidak punya apa-apa, kita punya," ucap Kalla.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com