JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Nurkholis Hidayat, mengklaim ada banyak maladministrasi yang dilakukan penyidik Badan Reserse Kriminal Polri dalam menangani kasus dugaan korupsi oleh Denny. Menurut Nurkholis, apa yang disangkakan terhadap Denny adalah sebuah rekayasa kasus untuk membungkam Denny dalam memperjuangkan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kami yakin betul ini bukan kejahatan korupsi. Tujuannya sebagai pembungkaman terhadap pendukung KPK, bukan penegakan hukum," ujar Nurkholis dalam konferensi pers di LBH Jakarta, Kamis (26/3/2015).
Nurkholis mengatakan, setidaknya ada beberapa pelanggaran prosedur yang dilakukan penyidik Bareskrim. Menurut dia, proses penyidikan dilakukan tanpa lebih dulu melakukan penyelidikan. Hal tersebut dapat diketahui dari tanggal yang tercantum dalam laporan polisi dan surat perintah penyidikan, yang sama-sama mencantumkan tanggal 24 Februari 2015. Ini menunjukkan penyidik melanggar Pasal 1 angka 2 dan angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dan Pasal 4, Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Perkara.
Ia menambahkan, dengan dimulainya penyidikan pada 24 Februari, ada dugaan bahwa surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan diberikan setelah itu. Padahal, kata Nurkholis, surat tersebut harus diberikan sebelum penyidikan dilakukan.
Selain itu, pemanggilan Denny sebagai saksi dianggap bertentangan dengan prinsip non self incrimination sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Deny dipanggil untuk dimintai keterangan yang dapat memberatkan dirinya sendiri.
Selain itu, kata Nurcholis, Denny tidak didampingi kuasa hukum ketika ia dipanggil untuk diperiksa pada 12 Maret 2015. Hal itu dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 dan 2 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.
"Apa yang dilakukan penyidik justru melanggar aturan mereka sendiri. Ini jelas pelanggaran administrasi," kata Nurkholis.
Denny ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri melakukan gelar perkara, Minggu (22/3/2015). Denny dianggap bertanggung jawab atas pengadaan proyek payment gateway di Kemenkumham dengan nilai Rp 32,4 miliar. Dalam proyek yang berlangsung pada Juli-Oktober 2014 itu, ada dugaan terjadi pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta yang berasal dari pembuatan paspor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.