Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yasonna Bantu Ajukan PK atas Vonis Mati Anak Bawah Umur di Nias

Kompas.com - 20/03/2015, 18:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengupayakan pengajuan peninjauan kembali (PK) atas vonis mati yang diterima Yusman Telaumbauna Arif, anak di bawah umur di Nias. Yusman dituduh terlibat dalam pembunuhan berencana yang menewaskan tiga orang.

"Yang terpenting, yang bersangkutan kita bantu untuk bisa melakukan PK. Kalau dalam waktu dekat bisa dipindahkan ke Medan. Di sana kan lebih mudah mengatur pembuatan PK karena dekat dengan Nias," kata Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/3/2015).

Menurut Yasonna, fakta-fakta pendukung dapat lebih mudah diperoleh jika penahanan Yusman dipindahkan ke Medan. Yasonna mengatakan, saat ini kepolisian dan kejaksaan telah bergerak untuk memeriksa proses penyidikan dan penuntutan dalam kasus tersebut.

"Saya juga sudah komunikasi dengan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) untuk kita bekerja sama," kata Yasonna.

Yasonna mengatakan, ia telah menugaskan staf khususnya untuk menghubungi keluarga Yusman dan mencari tahu akta kelahirannya. Sebab, yang dilampirkan oleh pihak Yusman untuk menunjukkan usianya merupakan akta baptis, bukan akta kelahiran.

"Kalau di sana, di kampung, adanya permandian atau baptis. Tapi sampai sekarang belum didapat (akta kelahiran). Tapi kita akan cek semua ijazahnya waktu SD atau apa pun," ujar dia.

Janggal

Diberitakan sebelumnya, Yusman dituntut seumur hidup dengan tuduhan pembunuhan berencana terhadap tiga majikannya yang hendak membeli tokek darinya. Namun, kuasa hukum yang baru mendampinginya di pertengahan proses sidang, malah meminta jaksa untuk menghukum mati kliennya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Gunung Sitoli, Sumatera Utara, pun mengabulkan permintaan pengacara itu.

Koordinator Kontras Haris Azhar menilai, ada kejanggalan dalam kasus pembunuhan berencana jual beli tokek di Nias, Sumatera Utara, yang menjerat seorang anak di bawah umur. Apalagi, menurut dia, penasihat umum yang semestinya membela di persidangan justru memberatkan vonisnya.

Haris mengatakan, sejak awal penyidikan, Yusman dan kakak iparnya, Rasula Hia, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, tidak didampingi oleh kuasa hukum. Padahal, berdasarkan Pasal 56 KUHP, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan wajib menunjuk advokat secara cuma-cuma untuk tersangka atau terdakwa yang diancam dengan hukuman lebih dari 15 tahun. Menurut dia, hal tersebut pun membuat penyidik memperlakukan mereka secara semena-mena dengan berbagai penyiksaan.

Haris juga menduga bahwa pihak kepolisian hingga kejaksaan yang memproses hukum Yusman dan Rasula kompak "bermain" dalam kasus tersebut. Menurut Haris, bisa saja polisi merekayasa kasus untuk mencari sensasi dan mengejar target kasus. "Bisa jadi, motif kejar setoran kasus," kata Haris. (Baca: Ada Penasihat Hukum yang Minta Kliennya Dihukum Mati)

Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo membantah ada rekayasa dalam kasus ini. "Kan sudah ada pernyataan dari pengacaranya, dan bahwa proses penanganan hukumnya tidak ada rekayasa. Ya, faktanya seperti itu," ujar Prasetyo di Istana Kepresidenan, Kamis (19/3/2015).

Dia menjelaskan bahwa apabila Yusman dianggap belum cukup umur, sudah ada persidangan yang dijalankan sesuai mekanismenya. Prasetyo pun kembali mengungkit pernyataan kuasa hukum Yusman yang justru meminta hukuman Yusman diperberat. (Baca: Jaksa Agung: Tidak Ada Rekayasa dalam Vonis Mati Anak di Bawah Umur di Nias)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com