JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menilai, ada kejanggalan dalam kasus pembunuhan berencana jual beli tokek di Nias, Sumatera Utara, yang menjerat seorang anak di bawah umur. Menurut dia, penasihat umum yang semestinya membela di persidangan justru memberatkan vonisnya.
Anak bawah umur itu, Yusman Telaumbauna Arif, dituntut seumur hidup dengan tuduhan pembunuhan berencana terhadap tiga majikannya yang hendak membeli tokek darinya. Namun, kuasa hukum yang baru mendampinginya di pertengahan proses sidang malah meminta jaksa untuk menghukum mati kliennya.
"Saat itu, jaksa menuntutnya hukuman seumur hidup. Tapi, penasihat hukumnya minta untuk dihukum mati saja, dan majelis mengabulkan," ujar Haris di kantor Kontras, Jakarta, Senin (16/3/2015).
Haris mengatakan, sejak awal penyidikan, Yusman dan kakak iparnya, Rasula Hia, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, tidak didampingi oleh kuasa hukum. Padahal, berdasarkan Pasal 56 KUHP, tersangka atau terdakwa yang diancam dengan hukuman lebih dari 15 tahun, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan wajib menunjuk advokat secara cuma-cuma.
Menurut dia, hal tersebut membuat penyidik memperlakukan mereka secara semena-mena dengan berbagai penyiksaan.
"Mereka sejak awal tidak didampingi kuasa hukum, makanya ada indikasi penyiksaan terjadi," kata Haris.
Oleh karena itu, kata Haris, Kontras akan mengadukan kuasa hukum Yusman ke Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) atas dugaan pelanggaran etika. Menurut dia, sebagai advokat, kuasa hukum tersebut tidak melakukan tugas dengan baik untuk membela kliennya.
"Kami minta Peradi agar memeriksa kuasa hukum Yusman dalam melakukan pendampingan di PN Gunungsitoli yang bukannya melakukan pembelaan terhadap terpidana justru meminta agar majelis hakim menjatuhkan vonis mati terhadap kedua terpidana," ujar Haris.
Selain itu, kata Haris, Kontras juga akan meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim PN Gunungsitoli yang menyidangkan dan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Yusman karena merupakan anak di bawah umur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.