Menurut dia, rencana tersebut justru bertentangan dengan komitmen pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memberantas korupsi.
"Tidak tepat. Itu membuat masyarakat mempertanyakan komitmen Jokowi," kata Taufik saat menghadiri sebuah acara anti-korupsi di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (20/3/2015).
Terlebih lagi, lanjut Taufik, kondisi hukum dan penegakan korupsi di Indonesia saat ini sedang tidak menentu pasca-kekisruhan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri. Jika aturan pemberian remisi untuk koruptor dilonggarkan, Taufik khawatir prestasi Jokowi di bidang hukum akan mendapat rapor merah dari masyarakat. (Baca: Johan Budi: Remisi untuk Koruptor Jangan Disamakan dengan Maling Ayam)
"Selama ini kan pemerintahan Jokowi dianggap lebih mengutamakan ekonomi, tetapi hukumnya masih kurang," ucap anggota tim advokasi Jokowi-JK saat Pilpres 2014 itu. (Baca: Rencana Menkumham soal Remisi Koruptor Dicurigai)
Terkait argumentasi yang mengatakan pengetatan remisi untuk koruptor diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia, Taufik tidak menyetujuinya. Menurut Taufik, PP Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus pidana luar biasa tersebut sudah disahkan melalui perdebatan yang panjang.
"Saat PP itu dibuat, sudah diskusi panjang, pro dan kontra. Sampai saat ini belum ada kebutuhan untuk mengevaluasi PP tersebut," ucapnya.
Menkumham menggulirkan wacana merevisi PP No 99/2012. Menurut Yasonna, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus memperoleh haknya untuk mendapat keringanan hukuman seperti narapidana kasus lain. (Baca: Menkumham Minta Koruptor Tak Diperlakukan Diskriminatif)
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan bahwa Menkumham telah menyampaikan usulan itu kepada Presiden Joko Widodo. Presiden, kata Andi, meminta Yasonna melengkapi bahan kajian dan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. (Baca: Soal Remisi untuk Koruptor, Jokowi Minta Menkumham Perhatikan Rasa Keadilan Rakyat)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.