JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan menyebutkan, penyidik telah menghitung kerugian negara akibat sistem 'payment gateway' atau sistem pembayaran pembuatan dokumen paspor secara elektronik yang melibatkan mantan Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.
"Total kerugian negara tiga puluh dua milyar sembilan puluh tiga juta enam ratus sembilan puluh lima ribu rupiah (Rp 32.093.692.000)," ujar Anton di kantornya, Kamis (19/3/2015) siang.
Selain kerugian negara, lanjut Anton, penyidik juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem tersebut. Anton menjelaskan, modus operandi dugaan korupsi itu adalah dengan membuka rekening di luar ketentuan. Rekening itu diduga menjadi tempat mengendapnya potongan uang hasil pungutan pembuatan paspor. Padahal, seharusnya, uang itu langsung diserahkan ke kas negara.
"Apalagi, pembukaan rekening itu seharusnya atas seizin menteri. Nah ini tidak, rekening itu hanya diketahui Pimpro dan pihak bank swasta," ujar Anton. (Baca: Denny: "Payment Gateway" Beri Masukan Rp 32 Miliar, Mana Ada Kerugian Negara)
Terkait siapa yang membuka rekening serta ke mana aliran dana tersebut, Anton belum mau mengungkapkan ke publik atas alasan hal itu adalah materi penyidikan. Meski demikian, Anton memastikan bahwa penyidik belum menetapkan tersangkanya.
Penyidik baru memeriksa 12 orang saksi yang terdiri dari mantan Menkumham, mantan Wamenkumham, sejumlah pegawai Kemenkumham dan sebagainya. Dari mereka, penyidik juga mengumpulkan tujuh alat bukti.
"Bukti-buktinya berupa surat. Tapi tidak kami ungkap dulu karena sifatnya teknis," ujar dia. (Baca: Amir Syamsuddin: "Payment Gateway" Baik, tapi Ada Aturan Kemenkeu yang Belum Sejalan)
Diberitakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah mengendus dugaan tindak pidana korupsi dalam program 'payment gateway' sejak Desember 2014 silam. Petunjuk awalnya adalah audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setebal 200 halaman.
Polisi melakukan serangkaian tindakan penyelidikan terhadap petunjuk awal itu. Polisi mendapatkan informasi ada uang lebih yang dipungut dalam sistem payment gateway layanan pembuatan paspor di seluruh kantor imigrasi.
Uang lebih itu seharusnya masuk ke bank penampung. Namun, yang terjadi, uang lebih itu masuk ke bank lain yang menjadi vendor. Pada 10 Februari 2015 yang lalu, ada laporan masuk ke penyidik Bareskrim Polri soal dugaan tindak pidana korupsi itu. Tak perlu waktu lama, yakni hanya berselang satu hari setelah masuknya laporan, penyidik langsung meningkatkan perkara dari penyelidikan ke penyidikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.