Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelar Perkara Khusus Kasus BW Dinilai Bisa Jadi Celah Intervensi Hukum bagi Jokowi

Kompas.com - 27/02/2015, 16:57 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Presiden Joko Widodo diharapkan mendorong Polri untuk mengadakan gelar perkara khusus terkait proses hukum terhadap Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto di Bareskrim Polri.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan, gelar perkara khusus tersebut dapat menjadi celah intervensi hukum bagi Jokowi.

"Pihak yang bisa mendorong hal ini adalah Presiden. Ini celah bagi Jokowi untuk melakukan intervensi pada proses hukum terhadap pimpinan KPK," ujar Miko dalam konferensi pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jumat (27/2/2015).

Miko mengatakan, selama ini Jokowi kesulitan untuk menggunakan kewenangannya dalam mengakhiri upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Menurut Miko, melalui gelar perkara, Jokowi dapat mengambil perannya sebagai penengah yang independen.

Miko menjelaskan, dalam Peraturan Kapolri (Perkap) 14 Tahun 2012, dijelaskan bahwa gelar perkara khusus dapat dilakukan dengan persetujuan tertulis dari Presiden. Untuk itu, menurut dia, dorongan kepada Polri untuk melakukan gelar perkara khusus adalah tantangan bagi Presiden.

"Kalau Jokowi tidak melerai, ya habislah KPK. Jokowi bisa berperan di sini. Jangan sampai ada pernyataan yang menyebutkan bahwa Jokowi memang terlibat dalam kasus ini," kata Miko.

Sementara itu, kuasa hukum Bambang, Asfinawati mengatakan, jika Kepolisian menolak untuk melakukan gelar perkara khusus, hal itu dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak seorang tersangka untuk mendapat kejelasan mengenai penyidikan.

Asfina mengatakan, dalam gelar perkara khsusus, Presiden dapat menilai apakah tuduhan tindak pidana yang ditujukan kepada Bambang benar-benar memenuhi syarat hukum, atau sengaja dibuat-buat sebagai upaya kriminalisasi.

Pihak Bambang mendorong dilakukannya gelar perkara khusus lantaran ada ketidakjelasan tuduhan terhadap kliennya. Berdasarkan empat dokumen yang diberikan Kepolisian, tuduhan yang dibuat penyidik berubah-ubah. (baca: Pasal Sangkaan BW Berubah-ubah, Bareskrim Diminta Lakukan Gelar Perkara Khusus)

"Tidak ada surat yang sama. Ada pasal tambahan dan tuduhan selalu dikerucutkan," ujar Asfinawati.

Menurut Asfina, pihaknya menduga penyidik Bareskrim Polri selalu mencari-cari kesalahan untuk menambahkan pasal pidana terhadap Bambang. Hal tersebut, kata dia, berbeda dalam mekanisme penetapan tersangka pada umumnya.

Pihak Bambang sempat protes atas perubahan pasal sangkaan. Pada surat penangkapan Bambang tertanggal 23 Januari 2015, tertera pasal sangkaan, yakni Pasal 242 KUHP juncto Pasal 55 KUHP. Pada panggilan pertama, pasal sangkaan Bambang bertambah, yakni Pasal 242 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kedua KUHP. (Baca: Pasal Sangkaan BW Bertambah, Penyidik Berdalih "Itu Kewenangan Kami")

Sementara itu, pada panggilan kedua, penyidik Bareskrim menambahkan pasal sangkaan atas Bambang, yakni Pasal 242 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kedua KUHP juncto Pasal 56 KUHP. (Baca: Bantah Ubah Pasal Sangkaan Bambang, Pihak Bareskrim Sebut Hanya Penajaman)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Nasional
Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Nasional
Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Nasional
Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Nasional
PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

Nasional
Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Nasional
Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com