JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Ahmad Basarah menilai wajar apabila partainya memberikan masukan kepada Presiden Joko Widodo terkait pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai kepala Polri.
Alasannya, hal tersebut sudah sesuai dengan Pasal 6 a ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.
"Jadi, presiden dan wapres adalah produk parpol, legal standing-nya jelas," kata Basarah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Basarah juga mengacu kepada Pasal 15 e Undang-Undang Pemilu Presiden. Pasal tersebut menyatakan, parpol menyerahkan naskah visi, misi, dan program dari bakal pasangan calon saat pendaftaran.
"Oleh karena itu, sangat aneh seolah PDI-P tidak boleh terlibat dengan pemerintahan Jokowi-JK. Seolah parpol cuma event organizer," ujar anggota Komisi III DPR ini.
Basarah mencontohkan langkah Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono membentuk sekretariat gabungan (setgab) yang berisi parpol-parpol pendukung pemerintahannya. Menurut dia, saat itu tidak ada yang memprotes.
"Kenapa sekarang kalau Jokowi ketemu Megawati jadi luar biasa?" ucap Basarah.
Ketua Fraksi PDI-P di MPR ini pun menegaskan, saat ini tak ada lagi alasan bagi Jokowi untuk tidak melantik Budi Gunawan. Sebab, praperadilan sudah memutus bahwa penetapan tersangka Budi oleh KPK tidak sah.
Presiden Jokowi hingga saat ini belum mengambil keputusan soal dilantik atau tidaknya Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Jokowi tidak memenuhi janjinya untuk memutuskan pada pekan lalu. Kepada wartawan, Jokowi berkali-kali hanya menyampaikan keputusan akan secepatnya diumumkan.
Dua pimpinan KPK, yaki Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, sudah menjadi tersangka oleh kepolisian di tengah ketidakpastian kepemimpinan Polri.
Hakim Sarpin memutuskan bahwa penetapan tersangka Budi Gunawan tidak sah. Dalam putusannya, hakim tidak menyinggung soal bukti-bukti dugaan korupsi Budi Gunawan yang dimiliki KPK. Hakim menganggap KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengusut kasus yang menjerat Budi.
Menurut Sarpin, kasus Budi tidak masuk dalam semua kualifikasi yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Dalam pasal itu disebutkan, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Selain itu, kasus ini mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat serta kasus yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar. (Baca: Ini Putusan Hakim)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.