JAKARTA, KOMPAS - "Saya hanya pengurus yasinan dan saya mendapat info dari masyarakat. Apa yang saya dengar, saya lihat, dan rasakan, ya, saya sampaikan," kata Ratna Mutiara (52) di rumahnya di Desa Kebun Agung, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Kompas, 26/1/2015).
Ratna merupakan salah seorang dari 68 saksi yang dihadirkan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto dalam pemeriksaan sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010.
Pernyataan Ratna itu membuka ingatan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Silestinus. Dia dan sejumlah pengacara tahun 2010 menjadi penasihat hukum bagi Sugianto Sabran-Eko Soemarmo, calon bupati dan wakil bupati Kotawaringin Barat yang ditetapkan sebagai pemenang pilkada oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotawaringin Barat. Di MK, pasangan ini didiskualifikasi sehingga pasangan Ujang-Bambang yang menjadi kepala daerah.
"Keterangan yang disampaikan Ratna dalam sidang di MK tak ada bedanya dengan 67 saksi lain. Oleh karena itu, saya heran saat dia dilaporkan dan diadili karena memberikan keterangan palsu," kata Petrus di Jakarta, Senin (26/1). Petrus tak lagi menjadi penasihat hukum Sugianto-Eko saat sengketa Pilkada Kotawaringin Barat masuk ke MK.
Akibat kesaksiannya di MK, Ratna diduga memberikan keterangan palsu. Dia lalu diadukan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pada 9 Oktober 2010, Ratna dijemput dari desanya untuk ditahan dan diadili di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Kasus Ratna terdaftar dengan nomor 02197/PID.B/2010/PN. JKT.PST tertanggal 22 Desember 2010. Majelis hakim yang dipimpin Supraja menghukumnya 5 bulan sesuai dengan masa penahanan pada 16 Maret 2011. Padahal, majelis hakim MK yang dipimpin Akil Mochtar tidak pernah menyatakan Ratna bersaksi dusta.
"Ratna merupakan potret kriminalisasi terhadap saksi. Keterangannya tidak berbeda dengan 67 saksi lainnya di MK. Namun, hanya dia yang diadukan dan diadili," jelas Petrus.
Tidak terkait
Menurut Petrus, kriminalisasi terhadap Ratna tak ada kaitannya dengan Bambang Widjojanto, yang dalam perkara sengketa pilkada di MK menjadi kuasa hukum Ujang-Bambang. Ratna dilaporkan ke Bareskrim Polri agar Ujang-Bambang tidak dilantik menjadi bupati dan wakil bupati. Namun, usaha itu gagal karena Ujang-Bambang akhirnya tetap dilantik Menteri Dalam Negeri (saat itu) Gamawan Fauzi.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Ronny Sompie, dalam berbagai kesempatan, tak memastikan kaitan penangkapan Bambang oleh Bareskrim Polri dengan kasus Ratna. Dia hanya menyatakan, Bambang dijadikan tersangka karena diduga mengarahkan keterangan palsu dari saksi dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat.
Kepada Kompas yang menemuinya di rumahnya, Ratna memastikan, Bambang tak pernah mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang MK. Petrus pun yakin, Ratna merupakan saksi yang dikriminalisasi. Ia menerima hukuman yang dijatuhkan majelis hakim karena tak ingin kasusnya berlarut-larut. (Tri Agung Kristanto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.