Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny: Kasus BW Harus Dihentikan karena Kriminalisasi, BG Harus Diteruskan karena Korupsi

Kompas.com - 27/01/2015, 08:50 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, menilai, kasus hukum yang menimpa Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto berbeda dengan kasus yang menjerat calon kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan.

Menurut Denny, kasus Bambang Widjojanto (BW) adalah upaya kriminalisasi sehingga prosesnya harus dihentikan. Sementara itu, kasus Budi Gunawan (BG) murni dugaan tindak pidana korupsi sehingga harus dilanjutkan hingga persidangan.

"Memang penyikapan untuk BW dan BG harus beda. BW harus dihentikan karena kriminalisasi, BG harus diteruskan karena korupsi. Sangat amat mudah untuk menarik penyikapan berbeda untuk keduanya," kata Denny di Jakarta, Selasa (27/1/2015).

Denny mengatakan, ia tahu indikasi tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Budi Gunawan. Ia mengaku telah membaca dokumen terkait aliran dana puluhan miliar kepada Budi Gunawan yang dinyatakan wajar oleh Bareskrim Polri pada 2010.

Menurut Denny, aliran dana tersebut patut dipertanyakan. Pasalnya, uang puluhan miliar masuk ke rekening anak Budi yang baru berusia 19 tahun. Alasan mengenai asal-usul uang tersebut pun dinilainya tidak masuk akal.

"Anak 19 tahun yang belum pernah bisnis, dari bank di luar negeri yang enggak jelas dalam rupiah, tanpa agunan, dan diberikan dalam bentuk cash. Bayangkan, cash, bukan ditransfer, silakan teman-teman di bank nilai tingkat kewajaran (seperti) kata Bareskrim," kata dia.

Di sisi lain, Denny menilai, kredibilitas Bambang tak perlu diragukan. Bambang juga sosok religius yang dikenal di kalangan pengacara yang pernah bekerja satu tim dengannya.

"Saya dan teman-teman menyaksikan religiositas yang tetap melekat pada diri BW, istikamah, memberikan pelajaran terbaik kepada kita bahwa keteguhan dan kesungguhan dalam beribadah akan memberi energi positif pada lingkungan sekitar," kata Denny, mengutip testimoni Hasrul Halili.

Denny yang pernah menjadi anggota tim delapan kasus Bibit-Chandra ini menilai, ada pola kriminalisasi yang sama yang dituduhkan kepada Bambang dengan yang dituduhkan kepada Bibit dan Chandra. Merujuk pada kasus Bibit dan Chandra, Denny mengatakan, bukti yang diajukan kepolisian ketika itu tidak layak untuk diuji dalam persidangan. Ia mencontohkan keterangan penyidik Polri yang menurutnya tidak cukup membuktikan ada aliran dana suap yang diterima Chandra.

"Kami tanya mana bukti Chandra terima suap? Dijawab, 'Ada mobil KPK di Pasar Festival dan bukti parkirnya, hari, tanggal, jam sekian Pak,' kata penyidik'. Kami tanya lagi, lho bagaimana ada mobil KPK kok bisa disimpulkan ada Chandra terima suap? Dijawab, 'Infonya demikian Pak'. Lho masa yang beginian masuk pengadilan? Padahal konsekuensinya kalau ke pengadilan, Chandra-Bibit diberhentikan, KPK-nya lumpuh," papar Denny.

Di sisi lain, lanjut Denny, Chandra bisa membuktikan dengan puluhan saksi dan data CCTV bahwa pada saat yang dituduhkan menerima suap tersebut, dirinya tengah berada di Gedung KPK untuk memimpin operasi suatu kasus. Demikian pula dengan Bibit, ia bisa menunjukkan dengan foto dan saksi bahwa dirinya tengah berada di luar negeri ketika dituduh menerima suap.

"Masa kasus begituan dibawa ke pengadilan? Jelas-jelas kasus enggak jelas, justru harus berhenti di luar pengadilan," kata Denny.

Mengenai kasus Bambang, Denny yakin bahwa mantan pengacara itu memiliki bukti yang kuat. Namun, Denny belum bisa mengungkapkan bukti-bukti dugaan kriminalisasi tersebut kepada publik karena takut mengganggu strategi Bambang dalam membela diri nantinya. Terkadang, lanjut Denny, hukum harus berlaku berbeda untuk mencapai suatu keadilan.

"Jadi memang penanganannya harus beda. Bebaskan BW, tangkap BG. Membawa keduanya ke pengadilan seakan adil, padahal justru menyesatkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com