Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenlu Berharap Hukuman Mati Tak Rusak Hubungan Diplomatik

Kompas.com - 19/01/2015, 16:04 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Luar Negeri RI berharap eksekusi mati yang dilakukan Pemerintah Indonesia terhadap beberapa warga negara asing (WNA) terpidana kasus pengedaran narkoba tidak merusak hubungan kerja sama dan diplomatik antarnegara.

"Terlalu cepat untuk berspekulasi tentang dampak (dari eksekusi mati WNA). Kita lihat saja dulu nanti. Harapan kita, hal ini tidak berdampak pada hubungan kerja sama antarnegara karena ini situasi yang berbeda," kata Direktur Jenderal Amerika-Eropa Kemenlu Dian Triansyah Djani di Jakarta, Senin (19/1/2015).

Pernyataan Kemenlu RI tersebut disampaikan untuk menanggapi bentuk protes yang dilakukan Pemerintah Belanda dan Brasil atas eksekusi mati terhadap warganya. Aksi protes itu dilakukan dengan memanggil pulang sementara duta besar kedua negara itu dari Indonesia.

Pihak Kemenlu menyebutkan, sebelumnya, pada Minggu pagi (18/1/2015), Kemenlu RI menerima pemberitahuan resmi dari Pemerintah Brasil melalui Kedutaan Besar RI di Brasilia terkait pemanggilan pulang Dubes Brasil untuk Indonesia kembali ke negaranya. Kemudian, pada Minggu sore, Kemenlu juga mendapat pemberitahuan yang sama dari Kedubes Belanda.

Menurut Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir, pemanggilan pulang kedua dubes negara sahabat itu kembali ke negaranya untuk sementara dan dalam rangka konsultasi. "Dalam kaitan ini, Kemenlu berpandangan bahwa pemanggilan kedua dubes negara sahabat Indonesia untuk konsultasi merupakan hak setiap pemerintah negara yang mengirimnya," ujarnya.

Arrmanatha juga menegaskan, Indonesia akan terus memandang Belanda dan Brasil sebagai negara sahabat. Menlu Retno Marsudi juga akan terus membuka jalur komunikasi.

Hal itu, kata Arrmanatha, karena Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan hubungan bilateral dengan semua negara sahabat, termasuk dengan Brasil dan Belanda.

"Terkait pelaksanaan hukuman mati, hal ini perlu dilihat dalam konteksnya. Dari segi penegakan hukum, hukuman mati itu dilaksanakan terhadap kejahatan keji, yaitu pengedaran narkoba," ujar Arrmanatha.

Jubir Kemenlu itu mengatakan bahwa semua tahapan proses hukuman mati itu telah dijalankan Indonesia sebagai negara demokrasi yang berdaulat dan menjunjung tinggi supremasi hukum. Dia menambahkan, pelaksanaan hukuman mati itu juga dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.

"Kemenlu memandang isu ini harus dilihat dari konteks yang lebih luas dan tidak secara sempit, terutama karena ini terkait kerusakan yang disebabkan kejahatan narkoba terhadap masyarakat Indonesia dan dunia," ujar Arrmanatha.

"Di Indonesia, kita memandang masalah narkoba sudah dalam tahap darurat. Kita bisa lihat dari data yang ada, sekitar 40 sampai 50 orang setiap harinya meninggal karena narkoba," lanjut dia.

Data pada 2013, sekitar 4,5 juta orang menyalahgunakan narkoba di Indonesia dan diprediksi pada 2015 angka itu akan mencapai 5,8 juta orang.

Menurut Arrmanatha, pelaksanaan hukuman mati oleh Pemerintah Indonesia itu bukanlah masalah diplomatik, melainkan masalah penegakan hukum. "Pemerintah Indonesia telah menjalankan hukum yang berlaku secara nasional dan sesuai prinsip hukum internasional. Pada eksekusi itu, juga ada warga Indonesia yang dikenakan hukum yang sama, jadi kita tidak pilah-pilah," kata dia.

"Ini bukan insiden diplomatik. Ini suatu penegakan hukum yang dilakukan dalam koridor hukum nasional," kata Arrmanatha.

Sebelumnya, lima warga negara asing terpidana kasus pengedaran narkoba skala besar dieksekusi mati pada Minggu. Kelima warga asing itu berasal dari Belanda, Brasil, Nigeria, Malawi, dan Vietnam.

Permasalahan narkotika memang tidak mudah untuk diselesaikan. Salah satu usaha pemerintah dalam usaha memberantas peredaran narkotika  ini adalah dengan menerbitkan UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika dan juga membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN).

Namun, undang-undang itu menjadi tidak berfungsi jika tidak diiringi dengan keinginan dari para penegak hukum untuk menjalankan UU secara tegas.

Posisi Indonesia sendiri sebenarnya tidak hanya sebagai negara pemakai, tetapi sudah berubah menjadi negara produsen. Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa pabrik yang mampu memproduksi narkoba dalam skala besar dalam beberapa tahun terakhir ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com