JAKARTA, KOMPAS.com - Senior Advisor on ASEAN and Human Rights Yuyun Wahyuningrum menyayangkan sikap pemerintah yang tetap melaksanakan eksekusi hukuman mati bagi narapidana kasus narkotika. Menurut Yuyun, langkah ini justru menimbulkan dilema karena dapat menumpulkan senjata diplomatik Indonesia.
Yuyun menyatakan, hukuman mati tidak dapat diterima dan justru menjadi langkah mundur Indonesia dalam penegakan hak asasi manusia. Hukuman itu dapat mempersulit posisi Indonesia tatkala ada warga negara Indonesia yang terancam hukuman serupa di negara lain.
"Sebagai negara yang bicara menjunjung HAM, mempromosikan HAM, tapi sekarang menginstitusionalkan pembunuhan dengan basis narkoba. Ini membuat kita kembali kehilangan diplomatic tool untuk melindungi warga negara Indonesia di luar negeri," kata Yuyun sebagaimana dikutip Antara, Jumat (16/1/2015).
Menurut dia, eksekusi itu akan menyulitkan pemerintah Indonesia untuk memerjuangkan nasib buruh migran di luar negeri yang terancam hukuman mati. Lagi pula, hukuman mati tidak menimbulkan efek menurunkan kriminalitas.
Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung menyatakan akan mengeksekusi mati enam terpidana kasus narkotika pada Minggu (18/1/2015) lusa. Enam napi akan dieksekusi di Nusakambangan, Jawa Tengah, sementara seorang napi akan menjalani hukuman tembak mati di Boyolali, Jawa Tengah.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, eksekusi terhadap enam napi narkoba itu merupakan gelombang pertama setelah Presiden Joko Widodo menolak grasi mereka pada 30 Desember 2014. Akan ada eksekusi gelombang selanjutnya, khususnya terhadap terpidana kasus peredaran narkotika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.