JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil meminta Presiden Joko Widodo untuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) saat memilih Kepala Polisi RI.
"Polri punya kekuatan besar, bahkan jangkauannya hingga tingkat kabupaten, atau kota. Jadi harus punya orang yang integritasnya bagus," ujar Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, saat ditemui di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (9/1/2015).
Menurut Agus, jabatan Kapolri merupakan jabatan paling strategis di bidang penegakan hukum. Publik akan sulit menaruh keyakinan kepada pemimpin Polri yang dianggap memiliki catatan buruk, khususnya yang terindikasi kasus korupsi.
Agus mengatakan, saat nama-nama calon Kapolri mulai dibicarakan, muncul kerisauan publik terhadap calon-calon yang diduga memiliki rekening tidak wajar jika dibandingkan jumlah penghasilan yang seharusnya diperoleh. Kerisauan ini dikenal publik sebagai rekening gendut.
Keterlibatan KPK dan PPATK dalam pemilihan menteri Kabinet Kerja, sebut Agus, merupakan contoh baik yang perlu diterapkan. Karena itu cara yang sama bisa dilakukan juga dalam memilih Kapolri.
Baik KPK dan PPATK dinilai telah berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi, pencucian uang, dan mampu memberikan rekam jejak yang transparan terhadap calon pejabat pemerintah. Saat ini, beberapa nama yang disebut-sebut akan menggantikan Kapolri Jenderal Sutarman, yaitu Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Komisaris Jenderal Suhardi Alius, Komisaris Jenderal Badroeddin Haiti, Inpektur Jenderal Safruddin, Inspektur Jenderal Pudji Hartanto, dan Inspektur Jenderal Unggung Cahyono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.