Catatan Kaki Jodhi Yudono
Tahun 2015 baru lewat lima hari. Oleh banyak peristiwa yang berbarengan dengan suasana datangnya tahun baru, rasanya pergantian tahun kali ini jadi terasa hambar. Kembang api yang menyala di langit, rasanya tak mampu menghilangkan kepedihan kita atas musibah pesawat Air Asia yang hilang kontak saat di langit Pulau Belitung dalam perjalanan Surabaya-Singapura pada Minggu (28/12/2014) pukul 07.55 WIB.
Kecelakaan Air Asia kian melengkapi kesedihan kita sebelumnya saat saudara-saudara kita di Banjarnegara diterjang tanah longsor. Puluhan rumah yang dihuni sekira 300 jiwa dari 53 keluarga di Dusun Jemblung RT 05 RW 01, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, tertimbun tanah longsor pada Jumat (12/12/2014) sekitar pukul 17.30 WIB. Puluhan korban tewas dan hilang pun masih terus diidentifikasi.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Segala yang akan terjadi di depan kita adalah rahasia Allah. Untung dan malang datang tanpa kabar, tiba-tiba dan tanpa disangka. Kehidupan pun senantiasa mengajarkan, keduanya biasa datang berendeng. Seperti kesedihan yang sedang kita alami kini.
Kemalangan dan keberuntungan bagai sekeping mata uang, tak terpisahkan. Cuma waktu sajalah yang menjadi penanda, kapan yang satu berada di permukaan dan yang lainnya berada di sebaliknya.
Ya, ya, pada waktu itulah Tuhan menggenggam rahasia kehidupan mahluk-mahluknya, sebagai pelajaran agar manusia menyadari keterbatasannya dan tidak sombong.
Maka para Nabi pun mengajarkan kepada kita agar tidak mencintai dunia semata. Sebab dunia hanyalah tempat persinggahan yang fana. Cinta hanya kepada dunia menyebabkan manusia menjadi lupa kehidupan abadinya di akhirat. Manusia pun bisa berkaca pada kisah-kisah umat sebelumnya, tentang bagaimana sebuah kaum dihancurkan karena mereka cinta dunia secara berlebihan seolah-olah mereka akan hidup abadi.
Itulah sebabnya, kerap benar Tuhan memerintahkan kepada kita agar senantiasa berpikir mengenai hidup dan kehidupan setelah mati, hingga kita mengerti bahwa yang kita kejar bukan cuma hari ini, tetapi juga hari nanti.
Dengan mengingat kematian manusia akan lebih berendah hati dan kian mengerti betapa ada negeri abadi yang menjadi tujuan setelah mati. Sampai titik ini, kita pun terbebas dari rasa cemas jika maut tiba-tiba menjemput kita kapan pun dan di mana pun kita berada.
Sebelum yang mendadak tiba, segeralah mengerjakan yang baik-baik yang kita bisa. Ketika sedang ada rezeki segerakanlah bersedekah sebelum kebutuhan lain tiba.
Tentu saja, seperti yang diungkapkan oleh Hamka, "Iya, hari ini memang sedang hujan, tetapi bukankah besok langit akan terang?"
Kepedihan dan persoalan yang sedang kita hadapi, pastilah juga akan segera berlalu dan kita akan beroleh kebahagiaan dan mampu mengatasi persoalan itu. Sebab, bukankah kita tak tinggal diam saat persoalan datang? Kita terus bergerak untuk mengurai persoalan hingga menemukan jalan keluar.
Membuka tahun 2015, ada baiknya kita menyimak sebuah puisi yang ditulis penyair besar kita WS Rendra, saat terbaring di ranjang sebuah rumah sakit, beberapa saat menjelang kematiannya.
WS Rendra:
Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milik-ku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:
Mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???