Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Posisi Hamdan Memang Serba Salah

Kompas.com - 25/12/2014, 13:00 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai, keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva yang menolak mengikuti tahapan seleksi hakim MK berupa wawancara terbuka sudah tepat. Menurut dia, posisi Hamdan memang serba salah.

"Kalau saya jadi Hamdan Zoelva, saya pun akan mengambil sikap yang sama," kata Yusril melalui siaran pers, Kamis (25/12/2014) siang.

Yusril menjelaskan, Hamdan sudah diangkat jadi hakim MK oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai salah satu dari tiga hakim MK yang jadi wewenang presiden untuk mengangkatnya.

Bahkan, bukan hanya hakim, dalam perjalanan kariernya, kata Yusril, Hamdan telah terpilih menjadi Wakil Ketua MK dan sekarang menjabat Ketua MK. "Dalam posisi seperti itu, ketika masa jabatan pertama Hamdan habis, Presiden tinggal pilih apakah akan pertahankan Hamdan atau menggantinya. Kalau Hamdan diminta untuk menghadapi pansel seolah-olah dia calon hakim MK yang baru, perasaan pasti tidak enak," ujar Yusril.

Terlebih lagi, lanjut Yusril, Pansel memang mempunyai kewenangan untuk merekomendasikan orang yang mereka seleksi apakah akan diangkat lagi atau tidak sebagai hakim MK.

Menghadapi Pansel dengan kewenangan seperti itu, lanjut dia, posisi Hamdan menjadi serba salah dan serba tidak enak. "Karena itu, kalau saya jadi Hamdan, saya pun akan memilih lebih baik tidak usah jadi hakim MK lagi. Jabatan hakim itu berat, banyak fitnah dan godaan. Kata Nabi Muhammad SAW, kalau ada tiga hakim, hanya satu yang masuk surga, dua masuk neraka," ujarnya.

Terlebih lagi, tambah Yusril, Hamdan juga sudah beda pendapat dengan Presiden Joko Widodo mengenai keberadaan Todung Mulya Lubis dan Refly Harun, dua advokat yang duduk di Pansel MK. MK merasa Todung dan Refly tidak layak duduk sebagai Pansel karena kerap beperkara di MK.

"Maka, satu-satunya sikap yang harus diambil oleh Hamdan ialah jangan ikut seleksi lagi. Jadi orang biasa saja akan lebih baik. Kita harus tunjukkan sikap dan pendirian bahwa jabatan itu tidak banyak artinya bagi hidup kita. Kita tidak cinta dan cari-cari jabatan dan kedudukan," kata Yusril.

Hamdan menolak mengikuti proses wawancara karena mengaku ingin menjaga marwah dan wibawanya sebagai hakim ataupun Ketua MK. Hamdan beralasan, dirinya sudah mengemban tugas sebagai hakim MK cukup lama dan tidak perlu lagi mengikuti seleksi. Akibat menolak mengikuti proses seleksi, nama Hamdan akhirnya dicoret oleh Pansel Hakim MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com