Salah satunya mewajibkan warga negara berpartai atau anggota parpol menyumbang secara permanen kepada parpol. Pilihan kedua adalah negara mendanai parpol sesuai dengan kebutuhan parpol. Syaratnya, parpol harus membuka seluruh pengelolaan keuangan dan pengelolaan parpol secara keseluruhan.
Pilihan ketiga, mempersilakan parpol membentuk badan usaha sebagai sumber pendanaan. ”Namun, saya tidak setuju kalau partai membuka bisnis karena sangat berisiko,” kata Agoes.
Arif sependapat jika pembentukan badan usaha parpol bukanlah pilihan yang baik. Menurut dia, pembentukan badan usaha parpol hanya akan menimbulkan konflik kepentingan dan pergeseran orientasi parpol menjadi lebih pragmatis.
Jadi, pilihan yang mungkin diambil adalah menegaskan kembali kewajiban iuran anggota dan pengurus parpol. ”Agar lebih kuat, perlu juga diatur sanksi. Selain itu, batasan sumbangan dan iuran harus diatur,” tuturnya.
Arif berpendapat, pembiayaan parpol dari negara perlu ditingkatkan. Jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan kepantasan publik.
”Selama ini kan parpol mendapat bantuan keuangan Rp 125 per suara. Sekarang perlu ditingkatkan saja,” ujar Arif. Pembiayaan dari pemerintah terutama diberikan untuk mendanai administrasi dan pengaderan parpol.
Pandangan pendanaan parpol oleh negara juga disetujui Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy. Menurut dia, pembiayaan oleh negara justru akan mendorong pengelolaan pendanaan parpol lebih transparan. Alasannya, penggunaan anggaran negara akan lebih mudah diaudit. (NTA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.