Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham: Konflik Golkar Berbeda dari PPP

Kompas.com - 16/12/2014, 11:46 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly tidak sependapat jika pemerintah dianggap membedakan cara menyelesaikan konflik internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Menurut Yasonna, ada perbedaan mendasar saat Kemenkumham mengambil sikap berbeda untuk menyelesaikan dualisme pengurus di dua partai itu.

Yasonna menjelaskan, dua susunan pengurus Golkar hasil dari dua munas yang berbeda didaftarkan pada hari yang sama, yaitu 8 Desember 2014. Sesuai aturan, Kemenkumham harus memberikan penjelasan maksimal tujuh hari setelah dokumen kepengurusan itu diterima.

Hal itu, kata Yasonna, berbeda dari masalah PPP. Ia mengatakan, ada perbedaan waktu pendaftaran susunan kepengurusan PPP hasil muktamar Surabaya dan Jakarta. Susunan pengurus hasil Muktamar PPP di Surabaya yang menetapkan M Romahurmuziy sebagai ketua umum didaftarkan beberapa hari lebih awal dibanding susunan pengurus hasil Muktamar PPP di Jakarta yang menetapkan Djan Faridz sebagai ketua umum.

"Kita lihat faktanya, (Golkar mendaftarkan susunan pengurus) ini pada hari yang sama. Saya dipaksa mengambil keputusan tujuh hari untuk dua munas. PPP kan beda," kata Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (16/12/2014).

Ia mengatakan, ada kemungkinan Kemenkumham tidak mengesahkan susunan pengurus PPP kubu Romahurmuziy seandainya kubu Djan Faridz mendaftarkan susunan pengurusnya pada hari yang sama. Ia memastikan, pemerintah bertahan di posisi netral dan tidak ikut campur dalam konflik internal PPP atau Golkar.

"Mungkin beda halnya kalau pada hari yang sama juga ada munas tandingan yang membuat kami (dapat) melihat dinamika yang harus terselesaikan. Case-nya berbeda," ujarnya.

Kemenkumham tidak mengambil keputusan apa pun terkait dualisme kepengurusan Golkar dengan alasan masih ada perselisihan internal partai. Kemenkumham menyerahkan pada Golkar untuk menyelesaikan konflik tersebut.

Perpecahan di tubuh Golkar lahir dari munculnya dua pengurus hasil dua musyawarah nasional (munas) yang digelar pada waktu dan lokasi berbeda. Munas yang digelar di Bali menetapkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum dan Idrus Marham sebagai sekretaris jenderal. Adapun munas di Jakarta, yang digelar setelah Munas Bali, menetapkan Agung Laksono sebagai ketua umum dan Zainuddin Amali sebagai sekretaris jenderal.

Kedua kubu saling menyusun kepengurusan karena mengklaim sebagai ketua umum yang sah dari munas yang digelar secara demokratis. Aburizal mendaftarkan susunan kepengurusannya pada 8 Desember 2014 dan diterima langsung oleh Menkumham Yasonna H Laoly. Adapun kelompok Agung Laksono mendaftarkan susunan pengurus pada sore hari setelahnya. Kemenkumham menyatakan dokumen dua munas itu sah. Karena alasan itu, Kemenkumham mengembalikan pada internal Golkar agar menyelesaikan konflik yang terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com