Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham Sempat Marahi Kanwil Jawa Barat Soal Bebasnya Pollycarpus

Kompas.com - 05/12/2014, 16:45 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengaku sempat memarahi Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Jawa Barat terkait pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Prijanto, terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Menurut Yasonna, surat keterangan pembebasan bersyarat itu ditandatangani tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Hukum dan HAM. Padahal, ia menilai kasus pembunuhan yang menjerat Pollycarpus termasuk kasus yang banyak disorot.

"Seharusnya kepala kanwil, kepala lapas lapor saya dong. Jadi sensitivitasnya itu enggak ada, makanya kemarin saya marahin," ujar Yasonna di kantor Kemenkumham, Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Yasonna mengatakan, pemberian pembebasan bersyarat merupakan kewenangan tingkat Kanwil tanpa harus menunggu persetujuan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan juga dia sebagai menteri. Namun, ia mengaku kaget pada keputusan tersebut. Setelah mempelajari kronologi pemberian pembebasan bersyarat kepada Pollycarpus, baru Yasonna menerima keputusan tersebut.

Menurut dia, Pollycarpus sudah berhak menerima pembebasan bersyarat karena telah memenuhi persyaratan administratif. "Saya melihat bahwa tugas kami di sini bukan untuk memberangus hak orang lain, harus kita hargai juga hak asasinya Polly ya, dan sudah sesuai ketentuan undang-undang," kata Yasonna.

Namun, Yasonna menegaskan, bisa saja Pollycarpus dikembali dibui jika melakukan pelanggaran hukum dalam masa wajib lapor setelah diberikan pembebasan bersyarat. Selama tidak melanggar aturan, kata dia, Pollycarpus dapat menjalani masa bebas bersyaratnya di luar penjara.

"Yang pasti kalau misalnya Polly melakukan yang macam-macam selama ini, saya akan tarik dia ke dalam lagi," kata Yasonna.

Pollycarpus menerima pembebasan bersyarat setelah menjalani 8 tahun dari 14 tahun masa hukumannya. Meski demikian, Pollycarpus tetap harus menjalani wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Bandung satu bulan sekali. Selain wajib lapor, Pollycarpus juga harus mematuhi semua aturan, termasuk tidak boleh pergi ke luar negeri.

Pollycarpus menjalani hukuman penjara sejak diputuskan bersalah pada 3 Oktober 2006. Awalnya, ia divonis 2 tahun penjara. Jaksa kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Januari 2008, dan diputuskan dihukum 20 tahun penjara dipotong masa hukuman sebelumnya.

Pada PK ketiga, 20 Oktober 2013, hukuman Pollycarpus dipotong menjadi 14 tahun. Mengacu pada vonis terakhir, sedianya Pollycarpus baru menyelesaikan masa hukumannya pada 25 Januari 2022.

Selama masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ia menerima banyak remisi. Total potongan hukuman yang ia terima adalah 51 bulan plus 80 hari atau sekitar empat tahun. Jadi, masa pidana Pollycarpus seharusnya hingga 29 Agustus 2017. Aturan pembebasan bersyarat yang mengatur minimal 2/3 masa pidana jatuh pada 30 November 2012.

Setelah bebas bersyarat, Pollycarpus dikenai wajib lapor kepada Balai Pemasyarakatan Bandung hingga 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com