Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Golkar Tak Atasi Konflik Faksi, "Beringin Muda" Akan Tumbuh

Kompas.com - 29/11/2014, 15:37 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Golkar dihadapkan pada potensi perpecahan serius menjelang pelaksanaan Musyawarah Nasional IX yang siap diselenggarakan di Bali. Pengamat politik dari Poltracking Institute, Hanta Yudha AR, bahkan memperkirakan ada kemungkinan terbentuk partai baru apabila Golkar tak bisa mengatasi gesekan antar-faksi di partai tersebut.

"Sejak 1999, Golkar punya sejarah panjang membuat partai baru setelah munas. Kalau ditanya mungkin, sangat mungkin terjadi kalau akhirnya tidak ada solusi untuk mengatasi (konflik) faksi-faksi di Golkar. Tentu kubu yang tak puas akan membuat 'beringin-beringin muda'," ucap Hanta di Jakarta, Sabtu (29/11/2014).

Hanta memaparkan, sejarah pendirian partai baru dari "rahim" Partai Golkar terjadi sejak keran demokrasi terbuka di negeri ini, pada awal era reformasi. Tahun 1999, dua partai baru peserta pemilu, yakni Partai Kedaulatan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan Partai MKGR, adalah partai pecahan Partai Golkar.

PKPI didirikan pada 15 Januari 1999 yang dimotori oleh para mantan politisi Partai Golkar, yakni Edi Sudrajat dan Hayono Isman. Sementara itu, Partai MKGR didirikan pada 27 Mei 1998 sebagai kekecewaan ormas pendiri Golkar itu terhadap haluan "Partai Beringin" ketika itu.

Dalam Pemilu 2004, Munas Golkar juga menghasilkan partai peserta pemilu baru, yakni Partai Karya Peduli Bangsa yang didirikan pada 9 September 2002. PKPB bahkan mendeklarasikan putri Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut, sebagai calon presiden.

Selain itu, pelaksanaan konvensi calon presiden Partai Golkar pada tahun 2004 telah melahirkan dua partai baru yang kemudian menjadi peserta Pemilu 2009, yakni Partai Hanura dan Partai Gerindra. Wiranto mendirikan Partai Hanura dan Prabowo Subianto mendirikan Gerindra. Tak berhenti di situ, pada tahun 2011, Golkar juga melahirkan Partai Nasdem dengan Surya Paloh sebagai tokoh pentingnya.

Menurut Hanta, tumbuh suburnya partai-partai baru setelah terjadi konflik di Partai Golkar tak lepas dari perseteruan faksi-faksi di partai itu. Setiap faksi itu, ucap Hanta, berdiri mandiri dan memiliki basis dukungan yang nyata di daerah. Pimpinan faksi bahkan memiliki kemampuan dana dan jaringan yang kuat yang membuat mereka bisa lebih mudah membentuk partai sendiri setelah tujuannya tak tercapai.

Penentangan terhadap Aburizal memang memicu konflik di internal Partai Golkar. Beberapa hari lalu, sebagian anggota DPP Partai Golkar membentuk Tim Penyelamat Partai Golkar, yang bahkan menonaktifkan Aburizal dari jabatan ketua umum. (Baca: Tim Penyelamat Partai Golkar Mengaku Hanya Nonaktifkan Aburizal, Bukan "Kudeta")

Meski begitu, politikus Partai Golkar, Nurdin Halid, menganggap Aburizal masih dikehendaki untuk memimpin partai berlambang beringin tersebut. Nurdin bahkan mengklaim, peluang Ical terpilih secara aklamasi sangat besar jika para calon ketua umum lainnya tidak hadir pada pemilihan yang digelar dalam munas di Bali. Hingga saat ini, kata Nurdin, hanya Ical yang dipastikan mendapat dukungan penuh dari para pemilik suara.

"Semua harus sesuai mekanisme aturan-aturan itu. Tatib disahkan oleh semua peserta yang punya hak suara. Tidak ada hak yang dipaksakan," ujarnya. (Baca: Nurdin Halid Ingatkan Pesaing Aburizal Contoh PDI-P)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hal Memberatkan Tuntutan SYL, Korupsi karena Tamak

Hal Memberatkan Tuntutan SYL, Korupsi karena Tamak

Nasional
Pakar: Kesadaran Keamanan Data Digital di Indonesia Rendah, Banyak Password Mudah Ditebak

Pakar: Kesadaran Keamanan Data Digital di Indonesia Rendah, Banyak Password Mudah Ditebak

Nasional
Sidang Tuntutan SYL, Nayunda Nabila Kembalikan Uang ke KPK Total Rp 70 Juta

Sidang Tuntutan SYL, Nayunda Nabila Kembalikan Uang ke KPK Total Rp 70 Juta

Nasional
Projo Tuding Pihak yang Sudutkan Budi Arie dari Kubu Kalah Pilpres

Projo Tuding Pihak yang Sudutkan Budi Arie dari Kubu Kalah Pilpres

Nasional
Staf Hasto Lapor Ke LPSK, KPK: Sampaikan Fakta yang Sebenarnya

Staf Hasto Lapor Ke LPSK, KPK: Sampaikan Fakta yang Sebenarnya

Nasional
Imigrasi Perpanjang Pencegahan Firli Bahuri ke Luar Negeri Sampai 25 Desember 2024

Imigrasi Perpanjang Pencegahan Firli Bahuri ke Luar Negeri Sampai 25 Desember 2024

Nasional
KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Usai Rapat Bareng Jokowi, Telkomsigma Sebut Peretasan PDN Bisa Diselesaikan

Usai Rapat Bareng Jokowi, Telkomsigma Sebut Peretasan PDN Bisa Diselesaikan

Nasional
Menkominfo dan Kepala BSSN 'Menghilang' usai Ratas PDN di Istana, Tak Ikut Beri Keterangan Pers

Menkominfo dan Kepala BSSN "Menghilang" usai Ratas PDN di Istana, Tak Ikut Beri Keterangan Pers

Nasional
Jaksa KPK Ungkap Anak SYL Indira Chunda Kembalikan Uang Rp 293 Juta

Jaksa KPK Ungkap Anak SYL Indira Chunda Kembalikan Uang Rp 293 Juta

Nasional
Pastikan Data di Kementeriannya Aman, Menpan-RB: Kita Ada 'Backup' Data

Pastikan Data di Kementeriannya Aman, Menpan-RB: Kita Ada "Backup" Data

Nasional
Nasdem Sebut Presiden PKS Ralat Pernyataan, Wagub Diserahkan ke Anies

Nasdem Sebut Presiden PKS Ralat Pernyataan, Wagub Diserahkan ke Anies

Nasional
Hal Memberatkan Tuntutan Eks Sekjen Kementan, Tak Dukung Pemberantasan Korupsi

Hal Memberatkan Tuntutan Eks Sekjen Kementan, Tak Dukung Pemberantasan Korupsi

Nasional
Tuntutan SYL, Ada Pengembalian Uang dari Ahmad Sahroni dan Nasdem

Tuntutan SYL, Ada Pengembalian Uang dari Ahmad Sahroni dan Nasdem

Nasional
Eks Direktur Alsintan Kementan Dituntut 6 Tahun Bui

Eks Direktur Alsintan Kementan Dituntut 6 Tahun Bui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com