Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahanan KPK Protes Sanksi yang Terlalu Mengekang

Kompas.com - 28/11/2014, 13:41 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Handika Honggowongso, menyatakan bahwa para tahanan sebenarnya tidak mempermasalahkan aturan yang berlaku di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, sanksi yang dikenakan atas berbagai pelanggaran yang para tahanan lakukan itu membuat sebagian dari mereka memberontak sehingga berbuah surat protes kepada kepala rutan.

"Yang mereka persoalkan sanksinya, bukan aturan. Mereka merasa sanksi itu terlalu membatasi sehingga mereka memberontak," kata Handika saat dihubungi, Jumat (28/11/2014).

Handika mengatakan, sanksi yang dianggap para tahanan terlalu memberatkan, antara lain, pembatasan penggunaan sarana olahraga, pembatasan informasi, dan membatasi barang-barang yang boleh diberikan saat kunjungan. "Kalau pembatasan kunjungan, ya tidak apalah. Tapi, masa buat sehat, informasi, dan lainnya dibatasi haknya," ujar Handika.

Dalam inspeksi mendadak yang dilakukan petugas KPK, ditemukan sejumlah uang dan barang yang dilarang oleh aturan rumah tahanan. Petugas juga menemukan uang Rp 25 juta yang diletakkan di dalam sebuah ember di kamar mandi salah satu tahanan. (Baca: Modus Baru di Rutan KPK: Selipkan Uang di Buku Zikir dan Buku Setebal 1.000 Halaman).

Handika menilai wajar jika para tahanan mendapat sanksi atas pelanggaran tersebut. Namun, menurut dia, sanksi yang dikenakan tidak sesuai dengan mekanisme sebagaimana diterapkan di rumah tahanan lain.

"Kalau tahanan di Bareskrim, kejaksaan, kalau ada pelanggaran itu tahanan dipanggil. Ada sidangnya, baru dinilai kesalahannya. Kalau di sini (Rutan KPK) kan tidak," ujar Handika.

Sementara itu, pengacara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Adardam Achyar, menilai bahwa surat protes yang dilayangkan para tahanan ke kepala rutan tidak mengandung unsur pencemaran nama baik. Ia mengatakan, para tahanan hanya menyuarakan keberatan terkait sanksi yang dianggap berlebihan membatasi hak asasi tahanan.

"Hanya sekadar menyampaikan protes terkait dengan pembatasan hak-hak tahanan. Aneh juga kalau surat protes disebut menghalang-halangi petugas rutan menjalankan tugasnya," kata Adardam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com