JAKARTA, KOMPAS.com - Pembatalan atau pencabutan surat edaran Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto yang melarang para menteri, Panglima TNI, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kapolri rapat dengan DPR tidak bisa hanya melalui perintah lisan dari Presiden Jokowi.
"Perintah Presiden Jokowi itu melalui surat edaran Sekretaris Kabinet, bukan perintah lisan. Pencabutannya harus secara tertulis, tidak bisa lisan," kata anggota Fraksi Amanat Nasional Saleh Partaonan Daulay, saat diskusi mingguan di Gedung DPR, Kamis (27/11/2014).
Menurut dia, surat edaran itu memberi kesan pemerintah tidak independen. Presiden seharusnya tidak melarang menteri rapat dengan DPR, karena Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat sudah berdamai. "Secara langsung atau tidak langsung, ada kesan keberpihakan pada satu kelompok di DPR. Padahal di DPR sudah tidak ada masalah, contohnya di Komisi VIII seluruh fraksi sudah memasukkan nama-nama anggotanya," katanya.
Hal senada dikatakan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Keadilan Sejahtera Muhammad Nasir Djamil, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi tersebut. Nasir mengatakan, instruksi Presiden Jokowi yang mengizinkan menteri rapat dengan DPR memang sudah disiarkan media massa. Namun, kemungkinan tidak semua menteri membaca atau menyaksikan berita terkait instruksi Presiden Jokowi saat kunjungan kerja di Bengkulu.
"Saya sepakat, Sekretaris Kabinet membuat surat pencabutan larangan menteri rapat dengan DPR. Karena instruksi Presiden Jokowi saat kunjungan kerja di Bengkulu, mungkin tidak diketahui oleh semua menteri, yang sibuk blusukan di mana-mana," katanya.
Menurut dia, surat edaran itu sebagai bentuk komunikasi politik yang buruk antara pihak eksekutif dengan legislatif. Surat itu juga menunjukkan pemerintah tidak netral. "Ketika sudah menjadi presiden, Jokowi merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan, milik seluruh rakyat," katanya.
Surat edaran itu, menurut Nasir, juga seperti memancing di air yang keruh. Pemerintah mungkin tidak ingin terlibat polemik di DPR, tetapi malah memancing di air keruh. "Seharusnya menjadi angin yang menyejukan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.