Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: Harga BBM Naik, Masyarakat Kesulitan Penuhi Kebutuhan Hidup

Kompas.com - 21/11/2014, 17:19 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi ini telah membuat mayoritas responden survei mengaku tak puas dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Bagi publik, kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok dan transportasi dan membuat beban hidup mereka bertambah," ujar peneliti LSI, Ade Mulyana, dalam rilis survei Jokowi Pasca-Naiknya BBM di Jakarta, Jumat (21/11/2014).

Survei ini mendapati 74,38 persen responden menyatakan kehidupan sehari-hari mereka semakin sulit dipenuhi setelah harga BBM naik. Adapun 11,51 persen responden mengatakan kenaikan harga BBM tak berdampak signifikan terhadap kehidupan harian mereka.

"Padahal, salah satu harapan besar publik kepada Presiden Jokowi adalah meningkatkan kesejahteraan hidup mereka," kata Ade.

Menurut Ade, para responden yang kecewa dengan kebijakan ini beralasan, kenaikan harga BBM terjadi pada saat manfaat dari program kerja pemerintahan Jokowi belum dirasakan.

Sebanyak 62,41 persen responden menyatakan, belum ada program Jokowi yang sudah dirasakan publik sejak pelantikannya menjadi Presiden. Hanya 26,85 persen responden yang menyatakan sudah ada manfaat kepemimpinan Jokowi.

"Jokowi masih disibukkan dengan berbagai kegiatan, pemilihan menteri, dan kunjungan ke luar negeri. Peluncuran tiga 'kartu sakti' Jokowi pun belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," ujar Ade.

Selain itu, kurangnya komunikasi dan sosialisasi pemerintah mengenai alasan beserta manfaat atas kenaikan BBM juga menjadi faktor menurunnya pamor Jokowi. Sebanyak 58,45 persen publik menyatakan tidak bisa menerima alasan pemerintah menaikkan harga BBM.

"Rasionalitas pemerintah mengenai kondisi mendesak menaikkan harga BBM belum selaras dengan rasionalitas publik pada umumnya," ujar Ade.

Namun, kata Ade, 34,10 persen responden mengaku dapat menerima alasan kenaikan harga BBM dan 7,45 persen menjawab "tidak tahu" untuk pertanyaan dapat menerima kebijakan ini atau tidak.

Lalu, lanjut Ade, 51,63 persen responden tidak yakin program kompensasi atas naiknya harga BBM akan sampai ke masyarakat. Adapun 37,25 persen yakin program kompensasi akan tepat sasaran.

"Publik meragukan kompensasi kenaikan harga BBM akan sampai ke rakyat kecil. Tingginya korupsi dan budaya birokrasi yang buruk menjadi alasannya," kata Ade.

Survei ini dilakukan pada 18-19 November 2014 dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sebesar 2,9 persen. Sebanyak 1.200 persen responden dari 33 provinsi dilibatkan dalam survei yang menggunakan metode analisis media dan wawancara mendalam ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com