JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan pil pahit yang harus ditelan. Menurut Hasto, kebijakan ini diambil untuk menyehatkan perekonomian nasional.
Hasto mengungkapkan, PDI-P memahami kesulitan yang dihadapi pemerintah dalam mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. Ia yakin, keberpihakan pemerintah pada masyarakat tetap nyata dengan bergulirnya program Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesa Pintar.
"Terasa sebagai pil pahit yang harus ditelan, dan jadi kebijakan tidak populis yang harus diambil untuk meletakkan dasar-dasar perekonomian Indonesia yang lebih melalui realokasi subsidi BBM," kata Hasto, saat dihubungi, Rabu (19/11/2014).
Mantan Deputi Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla ini mengungkapkan, kenaikan harga BBM juga dipengaruhi oleh perekonomian nasional yang defisit, beban subsidi yang sangat besar, dan utang luar negeri. Kondisi utang makin parah lantaran gagalnya pencapaian target pajak di tahun-tahun sebelumnya.
Hasto melanjutkan, pemerintahan Jokowi kini harus menjawab tantangan merealokasi subsidi BBM ke sektor yang lebih produktif. Ia memandang perlunya dilakukan kerja konkret yang manfaatnya dapat langsung terasa oleh masyarakat seperti perbaikan jalan di daerah, pembangunan saluran irigasi pertanian, pemberian modal usaha kecil, bantuan untuk petani dan nelayan, serta lain sebagainya.
"Pak Jokowi sedang menjalankan karakternya sebagai pemimpin yang bertindak cepat dan merakyat. Kami yakin pemerintahan ini segera menyelesaikan persoalan yang merupakan dampak dari kenaikan BBM," pungkas Hasto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.