Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri: Ada Dua Pengelola Data, Basis Data E-KTP Tidak Akurat

Kompas.com - 17/11/2014, 09:27 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, Kementerian Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap pengadaan KTP elektronik atau e-KTP karena ditemukan potensi ketidakakuratan dalam pendataan. Menurut Tjahjo, ada dua pengelola database yang menyebabkan ketidakakuratan data.

Tjahjo mengungkapkan, dua database terpisah itu adalah database Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan database e-KTP. Database SIAK merupakan data operasional pelayanan admin di daerah.

Sementara, database e-KTP merupakan data awal dan hanya ada satu kali pembaruan. Aplikasi ini, sebut Tjahjo, terindikasi dikembangkan oleh pengembang luar sehingga muncul potensi data kependudukan diambil oleh pihak yang tidak berhak.

"Di sisi lain yang masih harus dicermati bahwa aplikasi dan database masih dikelola oleh vendor pelaksana, dampaknya adanya dua database SIAK dan e-KTP menyebabkan tidak jelasnya acuan sebagai referensi data kependudukan," kata Tjahjo.

Selain itu, Tjahjo meragukan kerahasiaan data penduduk jika data dipegang oleh pihak luar. Menurut dia, hal ini akan membuat masyarakat tidak percaya terhadap pemerintah dan e-KTP.

"Ini yang dipersoalkan. Basis kartu e-KTP terindikasi tidak akurat yang menyebabkan gagalnya integritas data pada instansi lain misalnya KPU," kata Tjahjo.

Perbaikan E-KTP

Dengan segala persoalan itu, Tjahjo meminta agar ada penyempurnaan aplikasi dan database SIAK dengan melakukan penggabungan dengan aplikasi e-KTP. Selain itu, Tjahjo juga meminta agar semua wilayah menggunakan SIAK.

"Yang penting pembersihan data sampah data kependudukan," katanya.

Selain itu, Tjahjo mengatakan, data kependudukan yang sudah terhimpun secara berkala harus ada perbaikan alur proses penyempurnaan aplikasi SIAK. Sinkronisasi data kependudukan dengan lembaga negara atau institusi yang memiliki data kependudukan, lanjutnya, juga harus terjalin. Mendagri pun meminta perhatian khusus kepada seluruh jajaran Kemendagri terkait pemanfaatan perangkat yang ada, investasi perangkat dan ketersediaan anggaran, serta perawatan sistem dan perbaikan prosedur pelayanan terkait standardisasi evaluasi prosedur dan perbaikan alur proses administrasi kependudukan.

"Dampak perbaikan yang ingin kita capai adalah bentuk e-KTP dengan NIK sebagai single identity number yang valid dan dapat diterima oleh semua pihak," kata Tjahjo.

E-KTP dihentikan, warga pakai surat sementara

Tjahjo menargetkan pembenahan e-KTP ini bisa selesai pada Januari 2015. Namun, ia memastikan, pelayanan terhadap pengurusan identitas warga yang mencapai 15.000 orang per hari tetap akan dilayani. Pemerintah tidak akan menerbitkan e-KTP, tetapi surat keterangan sementara.

"Dalam arti didata dan dicatat dahulu (diberi surat keterangan sementara). Setelah sistem clear dan clean baru diberikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat mendapatkan jaminan e-KTP dari negara yang bertanggung jawab kepada warga negaranya," kata dia. 

Jika data e-KTP sudah bisa menjadi acuan dan terintegrasi dengan instansi lain serta disokong sistem teknologi yang aman dan independen, Tjahjo berharap agar e-KTP bisa digunakan untuk kartu pendukung bagi Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Keluarga Sejahtera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com