Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Interpelasi SK Konflik PPP Akan Digodok dalam Rapat Komisi III

Kompas.com - 11/11/2014, 18:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aziz Syamsuddin mengatakan bahwa usulan hak interpelasi atas penerbitan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan akan dibawa ke forum rapat internal Komisi III DPR. Hak interpelasi adalah hak yang dimiliki DPR dalam meminta penjelasan atas suatu kasus tertentu.

"Ini akan dibawa ke rapat Komisi III, akan ditampung dalam rapat kerja dan rapat konsultasi. Itu perlu dipelajari dulu, anggota dan tim ahli," ujar Aziz di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (11/11/2014).

Aziz mengatakan bahwa jadi atau tidaknya pengajuan hak interpelasi kepada pemerintah akan sangat bergantung pada banyaknya persetujuan anggota Dewan. Untuk mengajukan hak interpelasi, setidaknya dibutuhkan 13 orang pengusul. Usulan hak interpelasi ini kemudian akan dibawa ke rapat paripurna untuk mendapat persetujuan. Apabila sudah disetujui, maka DPR berhak memanggil presiden untuk menyampaikan penjelasan. Keterangan dan jawaban presiden dapat diwakili oleh menteri.

Aziz mengaku akan mengkaji laporan yang disampaikan kelompok Djan Faridz soal keberadaan SK Menhuk dan HAM itu. Namun, untuk saat ini, Aziz mengatakan bahwa DPR berpatokan pada keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menunda pelaksanaan SK tersebut. "Jadi sekarang masih bersifat sebagai status quo," katanya.

Usul hak interpelasi

Sebelumnya, Humphrey Djemat selaku kuasa hukum kelompok Djan Faridz meminta agar DPR mengajukan hak interpelasi kepada pemerintah. Hal ini dilakukan setelah muncul Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengakui kepengurusan M Romahurmuzy sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar VIII PPP di Surabaya, Jawa Timur.

"Kami minta agar melalui Komisi III melakukan hak interpelasi supaya ada suatu pembelajaran agar tidak gegabah mengambil keputusan yang merugikan banyak pihak. Pecat-memecat, bersifat merugikan," ujar Humphrey seusai bertemu Komisi III DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (11/11/2014).

Humphrey menilai tidak layak tindakan Menhuk dan HAM Yasonna H Laoly yang mengesahkan kepengurusan Romahurmuzy. Menurut dia, hal itu bertentangan dengan undang-undang tentang partai politik. Dia menyebut penerbitan SK itu tidak berdasarkan prosedur yang dilakukan.

"Prinsip kehati-hatian, profesionalitas, keterbukaan harusnya ada tapi tidak ada. Ini dilanggar semua," ujar dia.

Menurut dia, sebagai menteri baru, Yasonna seharusnya mencari sejauh mana penanganan Kementerian Hukum dan HAM atas kasus dualisme di tubuh PPP. Humphrey menyoroti soal surat yang dikeluarkan Direktur Jenderal Administrasi dan Hukum Umum (AHO) pada 25 September 2014 yang menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa mengesahkan keputusan mana pun.

"Karena ada konflik, maka harus diselesaikan dulu. Kalau tidak bisa, maka melalui mahkamah partai dan lalu lewat pengadilan. Sudah ada surat-surat diajukan dan juga penolakan dari mahkamah partai, kok masih mau pengesahan, makanya kami minta diajukan interpelasi," ucap Humphrey.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com