JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandi menilai, manuver Koalisi Indonesia Hebat di parlemen bukan pelanggaran hukum atau inkonstitusional.
"Konflik separah apa pun di DPR dalam sejarah tidak sampai ke pelanggaran konstitusi. Dalam konteks saat ini, ini hanya sikap politik," ujar Ronald seusai diskusi di Warung Daun, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu (1/11/2014).
Menurut Ronald, pembentukan pimpinan DPR oleh Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan KIH terhadap pimpinan DPR yang mengambil keputusan secara sepihak. Akibatnya, fraksi-fraksi dalam KIH melayangkan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR, yang dikuasai partai politik anggota Koalisi Merah Putih.
Oleh sebab itu, Ronald beranggapan bahwa kader partai politik KIH tidak layak dikenai sanksi oleh Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Menurut dia, perseteruan kedua kekuatan politik tersebut jangan dipelihara hingga berkepanjangan. Jika hal ini terus berlanjut, maka dampaknya bagi roda pemerintahan sangat besar. Situasi itu dapat mengganggu relasi antara eksekutif dan legislatif. Jika demikian, rakyat lagi-lagi menjadi korban.
Fraksi-fraksi dari parpol anggota KIH tidak mengakui kepemimpinan Setya Novanto sebagai Ketua DPR dan empat wakilnya, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan. KIH kemudian menunjuk sendiri pimpinan DPR, yakni Ketua DPR RI Ida Fauziah (PKB), empat wakil ketua DPR RI, yakni Effendi Simbolon (PDI-P), Iskandar Prasetyo (Hanura), Syaifullah Tamliha (PPP), dan Supriadin (Nasdem).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.