JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyesalkan sikap Koalisi Indonesia Hebat yang seolah-olah ingin mengadu kekuatan di parlemen dengan membentuk pimpinan DPR tandingan. Menurut dia, sikap egois semacam itu seharusnya tak boleh terjadi di lembaga terhormat seperti DPR.
"Pembentukan Pimpinan DPR tandingan yang kini telah terjadi sungguh memprihatinkan bagi perkembangan demokrasi kita. Politisi kita belum mampu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi," kata Yusril, Rabu (29/10/2014) malam.
Dia berharap Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat yang kini tengah berseteru segera menemukan solusi. Dengan begitu, DPR akan kembali bersatu untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas.
"Para politisi harusnya mampu mengedepankan musyawarah dalam memecahkan persoalan bangsa, bukan semata-mata main kuat-kuatan dengan voting," ucap Yusril.
Kuncinya, kata Yusril, kekuasaan harus dibagi secara adil dan berimbang. Semua harus diberi kesempatan untuk memimpin lembaga-lembaga negara secara proporsional. Para politisi, kata dia, dapat bercermin pada pengisian jabatan-jabatan eksekutif dan legislatif di awal reformasi setelah Pemilu 1999.
"Kembalilah kepada kepribadian bangsa yang mengedepankan kepentingan bersama dan menjunjung tinggi kemajemukan. Negara ini takkan pernah akan berjalan baik dan sempurna kalau dikuasai oleh satu golongan saja, baik di eksekutif maupun di legislatif," tambah politisi Partai Bulan Bintang ini.
"Kedepankan musyawarah, bicara dari hati ke hati, jangan menutup diri apalagi arogansi. Selamatkan bangsa dan negara dari kekacauan," pungkasnya.
KIH membentuk pimpinan DPR sendiri karena mereka tidak puas dengan kepemimpinan pimpinan DPR saat ini yang dikuasai oleh Koalisi Merah Putih. (Koalisi Indonesia Hebat Akan Layangkan Mosi Tidak Percaya kepada Pimpinan DPR)
Pimpinan DPR ini akan diketuai oleh Pramono Anung (PDI-P), dan terdiri dari empat wakil ketua, yakni Abdul Kadir Karding, Saifullah Tamliha (PPP), Patrice Rio Capella (Nasdem) dan Dossy Iskandar (Hanura).
Mereka juga meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu UU MD3 dengan harapan pemilihan DPR dipilih ulang. Mereka merasa UU MD3 itu lah yang menjadi sumber masalah sehingga pimpinan DPR akhirnya disapu bersih oleh Koalisi Merah Putih.
Partai-partai non-pemerintah (Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS) yang menguasai 313 kursi (56,5 persen), sejak awal, memang menghendaki pemilihan pimpinan alat kelengkapan dilakukan dengan sistem paket agar bisa ”menyapu bersih” semua pimpinan alat kelengkapan DPR setelah berhasil meraih semua kursi pimpinan DPR.
Sementara itu, partai-partai pendukung pemerintah (PDI-P, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP) yang memiliki 247 kursi (43,5 persen) menghendaki pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR dibagi secara proporsional kepada semua fraksi, seperti yang sudah terjadi pada dua periode sebelumnya.
Karena tak tercapai kesepakatan jalan tengah, untuk menghambat proses sapu bersih itu, lima partai pendukung pemerintah memboikot tidak menyerahkan daftar nama anggota komisi. Namun, pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR tetap dilaksanakan tanpa kehadiran KIH. (baca: Ini Susunan Pimpinan Komisi yang Dikuasai Koalisi Merah Putih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.