Setiap adzan berkumandang, kaum lelaki dari berbagai penjuru bersegera menuju masjid terdekat. Bahkan di Masjidil Haram, yang di dalamnya terdapat ka'bah sebagai kiblat shalat sedunia, sejak satu jam sebelum shalat nuansa persiapan dan kepadatan sudah terasa.
Beberapa saat menjelang iqamah, di berbagai penjuru, masjid-masjid segera terisi penuh oleh kaum lelaki. Sedangkan kalangan perempuan lebih dominan shalat di rumah masing-masing. Kecuali di Masjidil Haram dan masjid yang menjadi lokasi miqat umrah.
Yang istimewa, para pemilik kios dan toko juga selalu menutup tempat usahanya ketika adzan berkumandang. Setelah ditutup, mereka bersegera ke masjid, atau menggelar shalat berjamaah dengan beberapa kawan di sekitar tempat usaha mereka.
Tak peduli ada pembeli, mereka akan bersegera dan bersiap shalat. Bahkan cenderung mengusir pengunjung. Hal ini sempat Tribun dan beberapa wartawan alami saat menikmati makan malam di kafetaria Saudia Burger, Makkah. Saat itu, kami datang sekitar 15 menit sebelum shalat isya.
Ketika kami datang, si pemilik kafetaria sudah melihat jam tangannya. Ia berkata, ketika adzan tiba, kami harus meninggalkan tempat itu untuk shalat. Berhubung perut sudah menyanyi minta diisi, kami menyanggupinya.
Benar saja. Saat sedang asyik menikmati burger isi daging sapi ukuran besar, pria tua itu langsung mengusir kami. "Shalat-shalat," katanya dengan suara keras dan isyarat tangan mengarah keluar ruangan.
Kami pun mengerti dan dengan sedikit tergopoh langsung meninggalkan kiosnya. Beberapa teman menyampaikan celetukan; "gak mau kurang lebih ya,".
Ternyata, selain karena faktor kesadaran ruhiyah, budaya shalat tepat waktu di Saudi Arabia ditunjang dengan kebijakan hukum formal. Ada perintah yuridis secara umum bagi masyarakat untuk shalat berjamaah di masjid.
Khusus bagi pedagang dan rumah makan, diatur dalam qanun tersendiri, bahwa mereka wajib menutup tokonya ketika waktu adzan. Ketika ada yang melanggar, sanksi berjenjang sudah menanti. Penegakan qanun juga diperkuat dengan adanya patroli rutin oleh polisi syari'ah Saudi.
Pembudayaan shalat tepat waktu juga ditunjang dengan aturan yang mengharuskan masjid hanya boleh dibuka 20 menit sebelum shalat dan ditutup 20 menit setelah shalat. Sehingga, warga terkondisikan untuk shalat tepat waktu.
"Sudah menjadi aturan baku. 20 menit sebelum shalat dan 20 menit setelah shalat masjid harus ditutup. Kecuali antara maghrib dan isya. Hal ini juga untuk mengantisipasi masjid dipakai tidur oleh umal (pekerja, red)," kata salah satu ta'mir masjid asal Jawa Barat di kawasan Syisyah.
Masjid yang "buka 24 jam" memang hanya masjid-masjid utama. Seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, juga beberapa masjid yang sering digunakan sebagai tempat miqat umrah. Di tempat-tempat ini, juga khusus disediakan tempat shalat Muslimah.
Tradisi shalat tepat waktu secara berjamaah tentu sangat positif. Apakah karena faktor kesadaran, atau "tuntutan qanun", setidaknya amaliah utama ini telah terpatri dalam keseharian masyarakat di Tanah Haram secara turun temurun.
Peristiwa menarik sempat kami alami saat harus melakukan liputan di kawasan pasar hewan ternama Majaazir Mu'aisyim. Saat itu sudah hampir masuk waktu dzuhur, sedangkan aktivitas relatif padat. Tampaknya tidak ada masjid yang dekat. Yang ada hanyalah jajaran kandang kambing dan domba.
Ternyata, dalam kondisi itu, para "pengurus kambing" punya cara tersendiri untuk shalat berjamaah. Pada area tertentu, mereka sudah membentuk bangunan bertingkat. Bagian bawahnya kandang kambing, dan bagian atasnya ruangan lapang yang bersih untuk berbagai keperluan. Utamanya shalat dan istirahat.
Dus, ketika waktu shalat tiba, adzan langsung dikumandangkan dari ruangan di atas kandang. Mereka pun langsung berkumpul di tempat tersebut. Arus jamaah terus bergerak hingga waktu iqamah tiba.
Penulis berkesempatan shalat di tempat tersebut, tepatnya di area kandang Al-Munief for Livestock Alhamdulillaah, shalat tetap terasa nyaman. Walaupun pada banyak kesempatan, ada bulu-bulu ternak yang beterbangan dan "aroma khas" kandang kambing yang menyeruak di sela-sela ruku' dan sujud.
Oleh:
Kholish Chered
(Wartawan Tribun Kaltim)