Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kata Jaksa KPK soal Permintaan Sumpah Kutukan dari Anas

Kompas.com - 24/09/2014, 19:29 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi enggan menanggapi mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang meminta jaksa dan hakim melakukan sumpah kutukan. Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum KPK Yudi Kristiana mengatakan bahwa pihaknya hanya bicara pada ranah hukum dan keadilan.

"Tidak masuk ke hal-hal yang sifatnya di luar itu," kata Yudi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/9/2014).

Seusai divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan, Anas mengajak hakim dan jaksa melakukan sumpah kutukan atau mubahalah bersama dengan dirinya. Anas menilai putusan majelis hakim tidak adil.

"Saya meyakini substansi tentang pembelaan saya sebagai terdakwa tentu jaksa penuntut umum juga punya keyakinan dalam menulis dan menyampaikan dakwaan atau tuntutan. Majelis tentu sudah mempertimbangkan selengkap mungkin dan itu diputus atas keyakinan majelis. Mohon diizinkan di forum terhormat ini majelis untuk melakukan mubahalah, siapa yang salah, itulah yang sanggup terima kutukan," kata Anas kemudian disambut teriakan para pendukungnya.

Namun, permintaan Anas ini tidak dihiraukan majelis hakim. Ketua majelis hakim Haswandi langsung menutup persidangan.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis penjara delapan tahun ditambah denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Anas. Putusan majelis hakim Tipikor atas perkara Anas jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara. Jaksa juga menuntut Anas untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS.

Menurut majelis hakim, Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider, yakni Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Dia dinyatakan terbukti menerima pemberian hadiah atau janji yang patut diduga jika pemberian itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Anas.

Hakim menilai Anas memiliki pengaruh dalam mengatur proyek APBN mengingat jabatannya sebagai Ketua DPP Partai Demokrat bidang politik pada 2005. Pengaruh Anas ini semakin besar setelah dia terpilih sebagai anggota DPR dan ditunjuk sebagai ketua fraksi.

Hakim juga menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua yang memuat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Meskipun demikian, majelis hakim Tipikor menolak tuntutan jaksa KPK untuk mencabut hak politik Anas. Menurut hakim, penilaian mengenai layak atau tidaknya seseorang dipilih dalam jabatan publik merupakan kewenangan publik.

Pendapat berbeda

Putusan majelis hakim Tipikor diwarnai pendapat berbeda dari dua anggota majelis hakim. Dua anggota majelis hakim tersebut menilai jaksa KPK tidak berwenang membawa kasus pencucian uang ke pengadilan. Kendati demikian, pendapat berbeda dua hakim ini tidak serta-merta menjadikan Anas bebas dari tuntutan pencucian uang. Pendapat berbeda dua hakim ini menjadi satu kesatuan dalam putusan hakim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com