Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komentari Polemik RUU Pilkada, Patrialis Akbar Dilaporkan ke Dewan Etik MK

Kompas.com - 23/09/2014, 18:32 WIB
Fathur Rochman

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK melaporkan hakim konstitusi, Patrialis Akbar, ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi karena diduga melakukan pelanggaran etik dengan ikut berkomentar terhadap polemik tentang Rancangan Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah.

"Patrialis Akbar berkomentar ikut mendukung pilkada lewat DPRD. Ini berpotensi melanggar kode etik," ucap perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Erwin Natosmal Oemar, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (23/9/2014).

Erwin mengatakan, RUU Pilkada memiliki potensi untuk diujimaterikan di MK. jika RUU itu digugat di MK, Patrialis berpotensi untuk memeriksa gugatan tersebut.

"Hal tersebut jelas bertentangan dengan kode etik yang seharusnya dijunjung pelapor," ucap Erwin.

Erwin juga mengatakan, tindakan Patrialis yang mengeluarkan komentar dalam polemik RUU Pilkada yang sedang di bahas di DPR bertentangan dengan prinsip kepantasan dan kesopanan serta prinsip integritas, sebagaimana yang telah diatur oleh kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Berdasarkan hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK meminta kepada Dewan Etik untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Patrialis. Koalisi ini juga meminta agar laporan ini ditindaklanjuti ke Mahkamah Kehormatan Hakim Konstitusi. Sementara itu, melalui humas MK, Patrialis mengatakan tidak mau diwawancarai terkait hal tersebut.

Patrialis diadukan atas komentarnya ketika memberikan kuliah umum yang berjudul "Peran MK dalam Proses Demokrasi dan Perpolitikan di Indonesia," di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Senin 15 September 2014.

Komentar yang diberikan Patrialis seperti yang dikutip beberapa media adalah sebagai berikut.

"Menurut Patrialis, sistem parlemen merupakan representasi dari kekuatan rakyat. Artinya, kata Patrialis, dalam pemilihan kepala daerah memang harus dipilih DPRD yang juga perwakilan rakyat. Tentu demokrasi perwakilan rakyat itu tidak bertentangan juga."

Selain itu, Patrialis mengatakan, "Pasti dan tentunya akan meminimalisir, kan semuanya sudah diatur DPRD. Terlebih saat ini, Mahkamah Konstitusi sudah tidak berwenang menyidangkan sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Apalagi, sesuai putusan Mahkamah bernomor 97/PUU-XI/2013, kewenangan MK untuk mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah sudah dicabut karena dianggap inkonstitusional."

"Mekanisme pilkada tak langsung justru meminimalisir potensi korupsi karena kinerja anggota DPRD lebih terukur. Justru lebih tidak khawatir di DPRD soal korupsi karena walau bagaimanapun mengontrol 50,80 atau 100 orang kan jauh lebuh mudah."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com