Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Skala 1-10, Indeks Hukum Indonesia Dinilai 5,12

Kompas.com - 19/09/2014, 18:48 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Indonesia sebagai negara hukum dinilai masih memiliki berbagai permasalahan. Dari skala 1-10, survei dan analisis yang dilakukan Indonesia Legal Roundtable hanya memberikan angka 5,12 bagi Indeks Hukum di Indonesia.

Hasil survei yang dicetak dalam sebuah buku berjudul "Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2013" itu mengukur penilaian terhadap lima prinsip negara hukum yang ada di Indonesia. Tiap prinsip mendapatkan pembobotan yang berbeda.

Prinsip pertama, pemerintahan berdasarkan hukum mendapatkan skor 4,61 dan diberi bobot 25 sehingga menghasilkan indeks 1,15. Direktur ILR, Todung Mulya Lubis menjelaskan, prinsip tersebut masih jauh dari harapan.

"Permasalahan mendasar dari prinsip ini adalah tidak adanya pengawasan yang efektif, baik oleh parlemen, pengadilan, pengawasan internal pemerintah dan komisi negara independen," kata Todung saat merilis hasil analisa di Hotel Manhattan, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2014).

Prinsip kedua, peraturan yang jelas, pasti dan partisipatif mendapatkan skor 5,98 dan diberi bobot 10 sehingga menghasilkan indeks 0,60. Todung menjelaskan, masih banyak ditemukan peraturan yang multitafsir.

"Pastisipasi publik dalam pembentukan perundang-undangan masih minim dalam setiap proses, baik dari akses mendapatkan informasi, perencanaan, dan pembahasan peraturan," ujarnya.

Prinsip ketiga, kekuasaan kehakiman yang merdeka mendapatkan skor 5,13 dan diberi bobot 25 sehingga menghasilkan indeks 1,28. Menurut Todung, saat ini independensi hakim masih banyak bermasalah.

"Terutama hakim masih rentan terhadap suap. Selain itu, hakim juga masih belum akuntabel dalam memutus perkara karena kurangnya integritas," ujar dia.

Prinsip keempat, akses terhadap keadilan yang mendapatkan skor 4,90 dan diberi bobot 15 sehingga menghasilkan indeks 0,74. Menurut Todung, akses terhadap keadilan di Indonesia masih bermasalah karena terdapat diskriminasi atas status ekonomi dan sosial masyarakat.

"Temuan lainnya adalah penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat hukum, baik kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga permasyarakatan yang masih tinggi," ungkapnya.

Prinsip terakhir, pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia yang mendapatkan skor 5,40 dan diberi bobot 25 sehingga menghasilkan indeks 1,35. Todung mengatakan, secara umum komitmen negara dalam menjamin HAM di tataran regulasi konstitusi serta perundang-undangan sebenarnya cukup memadai.

"Meski demikian, untuk jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan masih ada distorsi dalam bentuk peraturan daerah," tambahnya.

Todung berharap, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendatang dapat melihat hal ini sebagai pembelajaran. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintahan mendatang untuk membuat sistem hukum di Indonesia menjadi lebih baik.

Survei ini dilakukan dengan responden 198 orang ahli yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Responden tersebut tersebar dalam berbagai jenis profesi seperti akademisi, aktivis, advokat, dan komisioner atau tenaga ahli komisi negara independen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com