"Kalau dipilih rakyat kami mau tidak mau keliling ke desa-desa untuk mendengar suara rakyat. Kalau dipilih DPRD cukup 50 Anggota DPRD diajak jalan-jalan ke Bali. Tapi kalau berapa juta rakyat mau dibawa ke mana?" kata Anas, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (18/9/2014) malam.
Dengan dipilih langsung oleh rakyat, lanjut dia, maka kepala daerah akan memiliki beban moral untuk bertanggung jawab terhadap rakyatnya.
"Kalau pemilu langsung ada mekanisme yang mendekatkan kami dengan rakyat," ujarnya.
Oleh karena itu, ia mendorong agar Koalisi Merah Putih mengubah dukungannya dengan tetap mempertahankan pemilihan langsung oleh rakyat.
"Mari kita berdoa Pak Amien Rais, Pak Akbar Tandjung, Pak Prabowo bisa sadar mengenai kerugian pilkada oleh DPRD ini," kata dia.
Polemik soal mekanisme pemilhan kepala daerah mencuat karena dalam RUU Pilkada dimuat perubahan mekanisme dari pemilihan langsung menjadi dipilih oleh DPRD. RUU ini tengah dibahas Panitia Kerja DPR.
Sebelum Pilpres 2014, tak ada parpol yang mwacanakan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Pasca-pilpres, partai-partai yang tergabung dalam Koaalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional, ditambah Partai Demokrat, berubah mendorong agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Belakangan, Demokrat mengubah sikapnya dan mendukung pilkada tetap dipilih langsung oleh rakyat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.