JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) memang tidak bisa lepas dari stigma balas dendam Koalisi Merah Putih yang kalah dalam Pemilu Presiden 2014.
"Dari momentum saat ini memang tidak bisa disalahkan ada stigma seperti itu. Secara substantif, pemilihan kepala daerah oleh DPRD sebenarnya masih sangat bisa diperdebatkan," kata Firman Noor dihubungi di Jakarta, Kamis (11/9/2014), seperti dikutip Antara.
Firman mengatakan, momentum pembahasan RUU tersebut setelah kekalahan Koalisi Merah Putih menjadikan kelompok tersebut sebagai sasaran tuduhan bahwa usulan perubahan sistem pemilihan kepala daerah itu merupakan bagian dari melawan populisme presiden terpilih Joko Widodo.
Namun, terkait dengan usulan kepala daerah kembali dipilih DPRD, Firman mengatakan, hal itu sebenarnya juga tidak salah. Menurut dia, tudingan bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak demokratis bisa dimentahkan.
"Tuduhan itu bisa dimentahkan karena yang berjalan adalah sistem demokrasi perwakilan. Namun, dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD, peran rakyat berkurang juga betul," tuturnya.
Firman menambahkan, argumentasi kedua belah pihak, baik yang mendukung maupun menolak pemilihan oleh DPRD, bisa sama-sama benar. Namun, yang lebih dominan dalam pembahasan RUU itu adalah rasionalitas politik.
"Pemilihan langsung menimbulkan banyak korban, politik uang terjadi. Akibatnya, kepala daerah korupsi dan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, bagi kelompok lainnya, sistem pemilihan langsung dinilai sudah bagus, tinggal dikawal pelaksanaannya," katanya.
Namun, pembahasan RUU itu akan lebih menggunakan logika politik, yaitu logika kursi. Bila melihat peta politik saat ini, sangat mungkin DPR akan berhasil mengesahkan RUU Pilkada dan pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD.
RUU Pilkada saat ini tengah dalam pembahasan di Panitia Kerja DPR. Mekanisme pemilihan kepala daerah salah satu isu yang menjadi sorotan. Sebelum Pilpres 2014, tak ada parpol yang ingin kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Namun, kini semua parpol Koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional, ditambah Partai Demokrat, berubah sikap dan menginginkan agar pilkada dipilih oleh DPRD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.