Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: PKS, PAN, PPP Justru Dirugikan jika Pilkada oleh DPRD

Kompas.com - 08/09/2014, 13:56 WIB
Febrian

Penulis

Sumber Antara


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, PKS, PAN, dan PPP justru dirugikan jika pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. Pasalnya, partai-partai itu tidak memiliki basis massa yang mumpuni di level DPRD.

"Yang paling dirugikan jika pilkada dilakukan melalui DPRD adalah justru partai-partai yang mendukung itu, yakni PKS, PAN, PPP," kata Ray dalam diskusi bertajuk Menolak Warisan RUU Anti-Reformasi dari Rezim SBY di Jakarta, Senin (8/9/2014), seperti dikutip Antara.

Hal itu dikatakan Ray menyikapi sikap Koalisi Merah Putih yang ingin pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD. Jika hal itu direalisasikan, kepala daerah tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat.

Ray mengatakan, PAN hanya memiliki kekuatan DPRD di Sulawesi Tengah, sedangkan PKS disebutnya memiliki kondisi lebih malang, yakni hanya memiliki kekuatan di Maluku. Itu pun sebagai partai nomor dua di daerah itu.

"Artinya, kemungkinan PKS hanya bisa mengusulkan calon wakil kepala daerah di sana," kata Ray.

Sementara itu, PPP lebih miris kondisinya karena sama sekali tidak punya basis massa DPRD yang bisa memenangkan pilkada jika pilkada dikembalikan ke DPRD.

Ray mengingatkan bahwa PAN dan PKS bisa memiliki kader yang menjabat kepala daerah justru karena pemilihan langsung. Ray mencontohkan kader PKS yang menjabat Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

Begitu juga kader PAN Bima Arya yang berhasil menang di Pilkada Wali Kota Bogor juga karena faktor pemilihan langsung.

Ray meyakini partai Koalisi Merah Putih tidak melakukan kajian mendalam atas wacana mengembalikan pilkada kepada DPRD. Ray melihat perubahan sikap PPP, PKS, dan PAN hanya karena alasan pragmatis mematuhi arahan dari Koalisi Merah Putih. 

"PAN, PKS, PPP adalah korban pertama dari RUU ini. Mereka akan susah memenangi pilkada. Otomatis susah untuk tumbuh jadi partai besar. Artinya, partai-partai besar itu-itu saja, PDI-P, Golkar, Demokrat," ucap Ray.

Menurut dia, Demokrat sebagai partai peringkat ketiga di pemilu legislatif lalu ada di balik wacana ini. Demokrat, kata dia, "memaksakan" kehendak ini kepada partai Koalisi Merah Putih.

Dia menjelaskan, setidaknya ada empat partai yang justru diuntungkan jika pilkada dikembalikan kepada DPRD, yakni partai-partai yang memperoleh kursi DPRD terbanyak pada pemilu legislatif lalu. Partai-partai itu berurutan adalah PDI-P, Golkar, Demokrat, dan Gerindra.

"Meskipun kita tahu PDI-P menolak wacana ini, PDI-P secara nyata diuntungkan dengan wacana ini karena mereka menguasai kursi DPRD di hampir 16 provinsi di Indonesia. Lalu, Golkar, Demokrat, dan Gerindra juga diuntungkan," kata dia.

Ray mencurigai bahwa wacana pilkada oleh DPRD merupakan komitmen partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.

"Ada potensi kalau sistem pilkada dikembalikan ke DPRD, maka Demokrat dapat melakukan konsolidasi kekuasaan karena Demokrat itu peringkat tiga besar di semua provinsi," kata dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com