JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution dalam kasus dugaan korupsi terkait penerimaan keberatan pajak PT Bank Central Asia (BCA). Namun, Darmin mengaku tak tahu kasus pajak BCA yang menjerat mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Hadi Poernomo tersebut. Darmin mengatakan, kasus itu terjadi sebelum ia menjabat Dirjen Pajak.
"Apa yang disebutkan kasus itu juga saya belum di (Direktorat Jendral) Pajak dan kemudian ada follow up dari irjen dan sebagainya saya juga enggak tahu. Saya, kan sudah tidak di pajak lagi waktu itu," terang Darmin seusai diperiksa KPK, Senin (11/8/2014).
Menurut Darmin, saat ia menjabat sebagai Dirjen Pajak periode 21 April 2006 – 27 Juli 2009 tak ada lagi pengajuan keberatan pajak oleh BCA karena sudah diputuskan oleh dirjen sebelumnya, yaitu Hadi.
"Keputusannya sudah ada waktu itu. Keputusannya itu sebagaimana diputuskan waktu itu oleh dirjen sebelumnya," kata dia.
Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi non performance loan (kredit bermasalah) sekitar 17 Juli 2003. Nilai transaksi bermasalah PT Bank BCA ketika itu sekitar Rp 5,7 triliun.
Setelah melakukan kajian selama hampir setahun, pada 13 Maret 2004, Direktorat PPh (pajak penghasilan) menerbitkan surat yang berisi hasil telaah mereka atas keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA.
Surat tersebut berisi kesimpulan PPh bahwa pengajuan keberatan pajak BCA harus ditolak. Namun, pada 18 Juli 2004, Hadi selaku Dirjen Pajak ketika itu justru memerintahkan Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan.
Hadi diduga meminta Direktur PPh untuk mengubah kesimpulannya sehingga keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA diterima seluruhnya. Pada hari itu juga, Hadi diduga langsung mengeluarkan surat keputusan ketetapan wajib pajak nihil yang isinya menerima seluruh keberatan BCA selaku wajib pajak.
Dengan demikian, tidak ada lagi waktu bagi Direktorat PPh untuk memberikan tanggapan yang berbeda atas putusan Dirjen Pajak tersebut. Hadi juga diduga mengabaikan adanya fakta materi keberatan yang diajukan bank lain yang memiliki permasalahan sama dengan BCA. Pengajuan keberatan pajak yang diajukan bank lain tersebut ditolak.
Namun, pengajuan yang diajukan BCA diterima, padahal kedua bank itu memiliki permasalahan yang sama. Hadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang dalam kapasitas dia sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.