JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat komunikasi massa asal Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mempertanyakan langkah Komisi I DPR yang berencana memanggil Radio Republik Indonesia (RRI) karena melakukan hitung cepat Pemilu Presiden 2014. Dia juga mempertanyakan mengapa Komisi I tidak melakukan hal yang sama saat RRI melakukan hitung cepat saat pemilu legislatif.
"Ini ada apa? Kalau karena alasannya lembaga penyiaran publik, kenapa pas pileg tidak dipanggil karena sama-sama pakai APBN," kata Emrus dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (14/7/2014).
Emrus menyarankan kepada DPR untuk membatalkan rencananya memanggil direksi RRI. Menurut dia, DPR berhak memanggil RRI kalau lembaga penyiaran publik tersebut melakukan kecurangan metodologi.
Kendati demikian, Emrus menilai, RRI adalah lembaga yang kapabel dalam melakukan hitung cepat. Sebagai lembaga publik, kata dia, RRI memiliki jaringan kuat yang tersebar mulai dari Sabang hingga Merauke. "Sudahlah. Lebih baik DPR mengurusi hal-hal yang lebih strategis," imbuh Emrus.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR RI Mahfud Siddiq mengatakan bahwa Komisi I DPR berencana memanggil jajaran direksi RRI setelah hasil hitung cepat lembaga itu disiarkan oleh media massa. Menurut Mahfud, RRI bukanlah lembaga survei resmi yang dapat melakukan hitung cepat dan harus dapat menjaga netralitasnya sebagai lembaga penyiaran publik. Hasil hitung cepat RRI menunjukkan, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul dengan perolehan 52,49 persen. Adapun Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 47,51 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.