Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati Difitnah, PDI-P Akan Laporkan Ketua Progres 1998 ke Bareskrim

Kompas.com - 19/06/2014, 11:34 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua DPP PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan menegaskan bahwa pernyataan Ketua Progres 1998 Faizal Assegaf adalah fitnah kasar yang diarahkan kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. PDI-P akan melaporkan Faizal ke Bareskrim Polri dalam waktu dekat.

"Yang dituduh sekarang ini adalah Ketua Umum DPP PDI-P. Fitnah luar biasa. Saya lihat ini sangat kasar. Maka dari itu, kami dari tim hukum akan melaporkan Faizal ke Mabes Polri pada hari Jumat atau Senin depan," ujar Trimedya, saat dihubungi pada Kamis (19/6/2014).

Trimedya mengatakan, gugatan akan dilayangkan lantaran semua pihak yang disebut dalam transkrip pembicaraan itu telah membantah tuduhan Faizal. Trimedya pun mempertanyakan transkrip yang disebar Faizal yang dinilainya tidak cocok dengan gaya bahasa Megawati dan Jaksa Agung Basrief Arief yang dikenalnya selama ini.

"Saya kenal Bu Mega sudah lama, bukan tipikal dia untuk intervensi hukum. Kalau dia mau intervensi, kasus 27 Juli udah selesai dari masanya dia jadi Presiden. Jaksa Agung Basrief itu juga aneh gaya bahasanya, pakai siap pasang badan. Itu hanya gaya bahasa TNI/Polri. Lagi pula dia (Basrief) bukan orang yang bisa dikendalikan siapa pun," papar anggota Komisi III DPR itu.

Terkait dengan kasus dugaan korupsi transjakarta, Trimedya menjelaskan, hingga saat ini belum ada saksi yang menyebut keterlibatan Jokowi. Mantan Kepala Dinas Perhubungan, Udar Pristono, yang menjadi tersangka dalam kasus itu, kata Trimedya, hanya menyerang Jokowi melalui media massa.

"Biar saja dia berkoar-koar, tetapi tidak ada saksi yang menyebut keterlibatan Jokowi. Kalau Udar menyeret-nyeret Jokowi, buktinya tidak ada di BAP," kata Trimedya.

Sebelumnya, Faizal mengaku mendengar rekaman sadapan percakapan yang berisi permintaan Megawati kepada Basrief agar tidak menyeret calon presiden Jokowi ke dalam kasus dugaan korupsi transjakarta. Ia mengaku rekaman itu diperdengarkan oleh utusan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ketika mendatangi Gedung KPK pada 6 Juni 2014.

Faizal mengaku mendatangi KPK untuk meminta kejelasan mengenai laporan dugaan gratifikasi Jokowi atas tiga rekening sumbangan yang dibukanya. Namun, kata dia, orang yang mengaku utusan Bambang malah memperdengarkan rekaman sadapan. Ia menyebut pembicaraan itu terjadi pada 3 Mei 2014 pukul 23.09 WIB dengan durasi 2 menit 13 detik.

Namun, Faizal tak bisa membuktikan soal rekaman suara. Kepada wartawan, ia hanya membagi-bagikan selebaran yang isinya diklaim sebagai transkrip rekaman.

Bambang Widjojanto dan Basrief sudah membantah pernyataan Faizal. Bambang memastikan tidak akan ada rekaman penyadapan yang keluar (baca: KPK: Tidak Ada Rekaman Pembicaraan Jaksa Agung soal Jokowi).

Sebelumnya, Jokowi juga difitnah terkait beredarnya surat palsu yang berisi seolah dia meminta penangguhan pemanggilan pemeriksaan terkait kasus transjakarta kepada Jaksa Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com