KOMPAS.com — ”Mau jokes enggak...?” kata Prabowo Subianto berbinar-binar kepada wartawan seusai dia menyantap sate kambing di Bandung, awal kampanye lalu. Maka dari itu, meluncurlah sebuah cerita parodi. Sayangnya, dia mewanti-wanti kalau lelucon terkait etos kerja itu off the record. Cerita Prabowo memancing tawa karena punch line yang tidak terduga dan membuat kaget.
Sejak pemilu legislatif selesai hingga awal kampanye, Prabowo terlihat lebih santai. Asalkan jangan sedang dikerubuti para fans-nya dan dipagari para milisi yang tiap daerah seragamnya berbeda, Prabowo bisa banyak mengendurkan dirinya.
Candaan-candaan pun kerap ia lontarkan dalam berbagai situasi. Kerap kali, candaan sesuai konteks yang kental dengan orang-orang yang sedang mendengarkan kampanyenya. Seperti dalam pertemuan dengan Kontak Tani Nelayan Andalan. Ia bercanda soal kebiasaan kawin lagi saat panen. Di depan guru-guru dalam pertemuan dengan PGRI, Prabowo menghitung tingginya angka kebocoran anggaran yang sampai Rp 1.050 triliun. Angka ini mengundang tepuk tangan.
”Waduh, kok tepuk tangan. Ini kan jelek. Kok malah tepuk tangan. Waduh...,” katanya geleng-geleng berseloroh. Ia mengatakan, orang Indonesia unik dan membuat bingung masyarakat dunia karena tingginya indeks kebahagiaan orang Indonesia. Ia lalu menceritakan soal keanehan sukunya. ”Kalau diinjak kakinya malah nuwun sewu (meminta maaf),” kata Prabowo yang keturunan Banyumas dan Manado ini.
Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, yang menjadi Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, bercerita, walau temperamental, Prabowo gemar bercanda. Ia punya banyak koleksi candaan dari berbagai wilayah dunia. Setelah pemilu legislatif hingga awal kampanye, diakui Hashim, Prabowo memang lebih ringan. ”Yang penting kan kami sudah usaha, soal pilihan yah terserah rakyat,” katanya.
Terkadang, dalam candaannya, Prabowo menyampaikan pesan. Seperti di depan purnawirawan, Prabowo mengakui kalau ia termasuk taruna yang paling sering dihukum di akademi militer. ”Kalau ada 50 orang dihukum, pasti ada Prabowo. Kalau ada sepuluh, pasti juga ada Prabowo. Kalau ada lima, ada Prabowo. Kalau ada dua, satunya Prabowo. Kalau yang dihukum satu orang, ya, itu pasti Prabowo,” katanya.
Dari mahasiswa
Pernah juga ia bercanda tentang otak jenderal. Ceritanya, di sebuah bank di Swiss, ada lelang otak. Otak ilmuwan fisika yang kecil dihargai 1 juta euro. Otak ahli jaringan IT Amerika dihargai 2 juta euro.
Sampai di otak ketiga yang ukurannya lebih besar dihargai 30 juta euro. Ternyata itu otak jenderal di sebuah negara yang tak pernah dipakai. Prabowo mengatakan kalau ia memperoleh lelucon itu dari mahasiswa-mahasiswa pada 1998.
Kalau dicermati, candaan Prabowo adalah bagian dari retorikanya di panggung di hadapan massa.
Candaannya juga adalah bentuk parodi zaman atau bahkan satire akan situasi yang terjadi. Kadang juga ia bercanda hanya untuk candaan itu sendiri. (EDN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.