JAKARTA, KOMPAS.com — Poempida Hidayatullah, juru bicara bakal calon wakil presiden Jusuf Kalla, optimistis para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri akan mendukung pasangan Joko Widodo dan Kalla dalam pemilu presiden mendatang. Dia menilai, Jokowi dan Kalla bisa lebih cepat serta lebih hebat dari capres Prabowo Subianto dalam menangani masalah TKI.
Menurut Poempida, langkah Prabowo yang membela TKI di Malaysia Wilfrida Soik dari ancaman hukuman mati belum cukup.
"Kepedulian terhadap satu TKI saja tidak cukup. Tidak boleh hanya fokus pada satu TKI saja, ada ratusan, bagaimana nasib mereka?" kata Poempida dalam acara Deklarasi Jokowi-JK Pro TKI di Jakarta, Kamis (29/5/2014).
Politisi Partai Golkar itu menilai, kepedulian terhadap TKI tidak hanya ditunjukkan dengan membela seseorang saja. Diperlukan kebijakan menyeluruh yang membela kepentingan TKI di luar negeri.
"Kepedulian ini munculnya dalam kebijakan, pengawasan menjadi penting, penegakan hukum, kerja sama dengan swasta. Ini multidimensional dan kompleks. Kalau hanya bicara membebaskan satu TKI saja, itu sangat jauh," sambungnya.
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Jokowi-JK Pro TKI Miftah Farid mengatakan, sebenarnya Kalla lebih dulu melakukan pembelaan terhadap TKI dibandingkan dengan Prabowo. Sekitar 2005, katanya, Kalla mengurus pemulangan TKI bermasalah dari Malaysia.
"Salah satu yang instruksi pemulangannya Pak JK. Saat deportasi TKI besar-besaran di Malaysia. Ini sudah terbukti, tidak hanya jelang pilpres baru timbul," katanya.
Poempida menambahkan, Jokowi-Kalla memiliki program yang berupaya meningkatkan kesejahteraan para TKI. Salah satunya, dengan menempatkan pengacara di setiap kantor kedutaan besar RI (KBRI) untuk mengurusi masalah WNI, termasuk kasus-kasus TKI. Selain itu, kata Poempida, pasangan Jokowi-Kalla akan memperhatikan para anak buah kapal (ABK) yang selama ini dianggapnya kurang mendapatkan perhatian pemerintah.
"ABK juga akan jadi fokus tersendiri di pemerintahan ke depan. Perhatian ini dalam konteks pengiriman ABK ke luar negeri. Ada yang tiga tahun di laut tidak digaiji, tidak tahu apakah gajinya dibayar atau tidak, dipukuli, hanya tidur dua jam sehari, tiga bulan terlunta-lunta di atas kapal, ditinggal kaptennya," tutur Poempida.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.