Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/05/2014, 15:54 WIB

Oleh:

KOMPAS.com - KITA memerlukan pemimpin yang taat beragama, yang bisa membawa perbaikan moral bangsa. Begitu dikatakan mantan Wakil Presiden Hamzah Haz baru-baru ini. Hamzah Haz juga menyarankan perlunya dibangun lebih banyak tempat ibadah, agar semakin banyak orang berdoa sehingga semakin banyak pula orang yang memiliki moral yang baik.

Hamzah Haz tidak keliru jika ia menghubungkan doa dan moral yang baik. Hanya masalahnya, doa manakah yang bisa membuahkan moral yang baik? Pertanyaan ini kebetulan juga sedang digeluti sejumlah sarjana antropologi dan teologi Islam maupun Kristen. Pergulatan mereka dikumpulkan di bawah tema ”Prayer, Power, and Politics” dalam jurnal Interpretation, Januari 2014.

Para antropolog kultural memahami doa sebagai aktivitas ritual. Dari sudut kultural, ritus adalah kesempatan, di mana orang menjalin hubungan baik dengan kelompoknya, maupun realitas sosialnya, termasuk kekuasaan. Sementara karena pada hakikatnya kekuasaan selalu relasional, kekuasaan mau tak mau juga memengaruhi ritus dan dirasakan secara riil oleh mereka yang menjalankan aktivitas ritual itu. Di situlah terletak hubungan antara doa dan kekuasaan. Dengan pendekatan di atas, Rodney A Werline, profesor studi agama-agama di Barton College, North Carolina, meneliti bagaimana doa-doa dihidupi tokoh-tokoh Kitab Suci Perjanjian Lama, seperti Hannah, Ruth, Salomo, dan Daniel. Dari penelitiannya terlihat doa terjadi dalam cakupan relasi sosial dan historis yang amat luas.

Doa bisa berfungsi sebagai dinamika keluarga, sebagai ekspresi cinta di antara sahabat, sebagai ratapan orang jujur yang tidak bersalah tetapi menjadi korban, sebagai teguran pemuka agama terhadap umatnya dan sebagai upaya bagaimana mengobati luka sosial umatnya, sebagai jalan bagi para pemimpin untuk menjalankan kepemimpinannya, juga sebagai jalan menentang kekuasaan represif.

Kekuasaan sendiri bukanlah jelek atau baik. Namun, kekuasaan bisa digunakan untuk membangun hidup atau merusak hidup masyarakat. Karena terjalin dengan kekuasaan dalam sebuah realitas sosial dan kultural, doa juga bisa dijadikan jalan untuk membangun hidup, tetapi doa pun bisa dimanfaatkan untuk merusaknya. Ini semua berarti, doa tak pernah bisa dilepaskan dari etika.

Radikalitas doa

Lex orandi, lex credendi: bagaimana kita berdoa, itu menentukan bagaimana kita beriman dan percaya. Aksioma tersebut menegaskan bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum iman sangatlah ditentukan oleh bagaimana kita berdoa. Seperti dipaparkan Nico Koopman, profesor teologi sistematik dan etika di Universitas Stellenbosch, semasa rezim apartheid di Afrika Selatan, aksioma itu diperluas menjadi lex orandi, lex credendi, dan lex (con)vivendi. Artinya, bagaimana kita berdoa tidak hanya menentukan bagaimana kita beriman, tetapi juga bagaimana kita hidup, bahkan bagaimana kita hidup bersama.

Di Afrika Selatan semasa rezim apartheid, doa dan upacara agama memang menjadi ambivalen. Doa bisa untuk menindas ataupun untuk membebaskan. Di bawah rezim represif, doa dan iman bahkan dilegitimasikan secara teologis untuk melestarikan penindasan. Karena itu, doa juga perlu dikoreksi secara etis.

Maka, doa harus dibebaskan dari cengkeraman rezim represif, lalu dijadikan kekuatan untuk meraih terjadinya masyarakat baru yang bebas dari penindasan. Doa harus bisa menjadi kekuatan kritis untuk mendobrak masyarakat yang tidak adil. Di sini, seperti diajakkan filsuf Nicholas Wolterstorff dari Amerika Serikat, kita perlu memahami kesucian itu bukan semata-mata dari kategori kesucian sendiri, tetapi juga dari kategori keadilan.

Kata Wolterstorff, masyarakat yang tidak adil adalah masyarakat yang kehilangan keutuhannya. Dalam masyarakat ini sekelompok orang tersudut di pinggiran, dan tak terinkorporasikan ke dalam kehidupan yang sedang berkembang dalam masyarakat itu. Masyarakat demikian bukanlah citra atau cerminan dari Tuhan dalam keutuhan-Nya. Dalam keutuhan-Nya yang komunitarian, Tuhan tidak mengecualikan siapa pun. Karena itu, masyarakat yang tidak adil dan mengecualikan itu adalah masyarakat yang tidak suci. Maka, masyarakat baru yang kita cita-citakan hendaklah menjadi masyarakat kesucian dan keutuhan, masyarakat di mana terjadi integritas dan komunitas, inklusi dan pemerataan keadilan, serta kesatuan hidup yang subur berkembang.

Doa Kristiani sesungguhnya selalu merindukan datangnya masyarakat semacam itu. ”Datanglah kerajaan-Mu”, itulah yang didoakan mereka dalam doa Bapa Kami, seperti diajarkan oleh Yesus sendiri. Maka, ahli kitab suci Afrika Selatan, William Domeris, mengungkapkan, datanglah kerajaan-Mu itu adalah sebuah doa revolusioner. Doa ini menyerang jantung kejahatan di dunia, dan memaklumkan matinya segala macam bentuk penindasan, serta mengharap datangnya kerajaan baru di dunia. Dengan mendoakan ”datanglah kerajaan-Mu”, orang menatap berakhirnya zaman penindasan ini, dan pada saat yang sama, seperti diajakkan Yesus, bersama-sama mengusahakan tegaknya kerajaan baru sebagai realitas fisik, di mana penindasan diakhiri dan pembebasan Tuhan dimulai. Mendoakan ”kedatangan kerajaan Tuhan” adalah melantunkan doa melawan pemerintah yang tidak adil.

Melawan kemungkaran

Jelas doa pada hakikatnya berhubungan dengan realitas sosial, pembebasan, dan keadilan. Menurut Mun’im Sirry dan A Rashied Omar, asisten profesor teologi dan peneliti studi Islam pada Universitas Notre Dame, Indiana, hakikat doa macam ini juga menjadi hakikat doa dalam tradisi Islam. Menurut kedua sarjana Islam itu, tidaklah benar anggapan bahwa Islam lebih menekankan tata cara doa sebagai praktik formalitas doa belaka, hingga doa itu tak bisa membawa transformasi moral bagi pelakunya. Sarjana-sarjana Islam modern menentang keras anggapan itu dengan berusaha menunjukkan adanya makna sosial dalam doa Islam.

Sirry dan Omar sendiri mengemukakan pendapatnya dengan bertolak dari ayat Al Quran 29:45: ”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadat-ibadat lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Dituntut 12 Tahun Bui, SYL Sebut KPK Tak Pertimbangkan Kontribusinya di Masa Krisis

Dituntut 12 Tahun Bui, SYL Sebut KPK Tak Pertimbangkan Kontribusinya di Masa Krisis

Nasional
Pastikan Upacara HUT RI Ke-79 di IKN Aman, BNPT Gelar Asesmen di Beberapa Titik Vital

Pastikan Upacara HUT RI Ke-79 di IKN Aman, BNPT Gelar Asesmen di Beberapa Titik Vital

Nasional
KPK Cecar Said Amin soal Sumber Uang Pembelian 72 Mobil dan 32 Motor Eks Bupati Kukar

KPK Cecar Said Amin soal Sumber Uang Pembelian 72 Mobil dan 32 Motor Eks Bupati Kukar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com