Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY dan Ibas Tolak Jadi Saksi Meringankan Anas

Kompas.com - 05/05/2014, 18:48 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan putra bungsunya, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menolak panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi meringankan bagi mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Anggota tim pengacara SBY dan keluarga, Palmer Situmorang, mengatakan bahwa substansi perkara Anas tidak relevan dengan SBY dan Ibas.

"Yang kedua, klien kami merasa tidak memiliki pengetahuan apa pun terkait dengan substansi perkara atas nama Anas Urbaningrum sehingga tidak bisa memenuhi permintaan dari Anas," kata Palmer saat dihubungi wartawan, Senin (5/5/2014).

Palmer mengatakan, jawaban ini sudah disampaikan kliennya kepada KPK pada 28 April 2014. SBY dan Ibas menerima surat panggilan KPK pada 25 April 2014.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa KPK sudah melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada SBY dan Ibas. Keduanya dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi meringankan bagi Anas. Pemanggilan SBY dan Ibas dilakukan atas permintaan Anas. Selaku tersangka, Anas berhak mengajukan permohonan agar KPK memanggil pihak-pihak yang dianggap dapat menjadi saksi meringankan baginya.

Secara terpisah, pengacara Anas, Adnan Buyung, mengatakan telah mendapatkan informasi terkait pemanggilan SBY dan Ibas dari tim penyidik KPK. Tim penyidik mengatakan kepada Anas dan pengacaranya bahwa SBY serta Ibas tidak bersedia memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi meringankan.

"Anas hanya minta satu hal, KPK sudah menjawab, apa tadi, Anas minta minggu lalu supaya dipanggil sebagai saksi untuk meringankan, ya, Ibas sama SBY, dan KPK sudah memanggil, tetapi baik Ibas maupun SBY tidak bersedia," ujarnya.

Sebelumnya, Anas meminta agar KPK memeriksa SBY dan Ibas sebagai saksi meringankan baginya. Menurut Anas dan tim pengacaranya, SBY dan Ibas sedianya diperiksa untuk menjelaskan mengenai Kongres Partai Demokrat 2010. Diduga, ada aliran dana korupsi proyek Hambalang untuk pemenangan Anas sebagai ketua umum dalam kongres tersebut.

Pengacara Anas, Firman Wijaya, juga menyebut SBY memberikan uang kepada Anas, yang kemudian digunakan untuk membayar uang muka pembelian Toyota Harrier. Mobil tersebut menjadi bagian gratifikasi yang diduga diterima Anas terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya.

Terkait Harrier, KPK menyatakan bahwa uang muka pembelian mobil mewah tersebut bukan berasal dari SBY. Menurut data dan informasi yang diperoleh KPK, uang itu berasal dari Grup Permai, perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Ihwal uang muka Harrier ini sudah dibantah Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha. Menurut Julian, tidak ada alasan bagi Presiden untuk memberikan Anas uang sebagai ungkapan terima kasih atas kerja kerasnya sehingga Partai Demokrat memenangkan Pemilu Legislatif 2009.

Sebelumnya, Palmer juga menyayangkan cara-cara tim kuasa hukum Anas yang dinilainya mengedepankan upaya publikasi daripada pendekatan hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

Nasional
Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Nasional
2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

Nasional
Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Nasional
Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Nasional
Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Nasional
TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

Nasional
UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

Nasional
Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Nasional
KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Nasional
DPR dan Pemerintah Diam-diam Rapat Pleno, Revisi UU MK Tinggal Dibawa Ke Paripurna

DPR dan Pemerintah Diam-diam Rapat Pleno, Revisi UU MK Tinggal Dibawa Ke Paripurna

Nasional
Ungkap Sulitnya Jaga Harga Beras, Jokowi: Bikin Ibu-ibu dan Petani Senang Tidak Mudah

Ungkap Sulitnya Jaga Harga Beras, Jokowi: Bikin Ibu-ibu dan Petani Senang Tidak Mudah

Nasional
Program 'DD Farm' Bantu Hidup Meltriadi, dari Mustahik Jadi Peternak

Program "DD Farm" Bantu Hidup Meltriadi, dari Mustahik Jadi Peternak

Nasional
Formappi Soroti Kinerja DPR, Baru Sahkan UU DKJ dari 47 RUU Prioritas di 2024

Formappi Soroti Kinerja DPR, Baru Sahkan UU DKJ dari 47 RUU Prioritas di 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com