JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi membuat peraturan baru untuk menghadapi penanganan sengketa Pemilu 2014. Diharapkan, peraturan tersebut bisa membantu MK dalam menangani perselisihan hasil pemilu, baik pada pemilu legislatif maupun pemilu presiden.
"Kita sekarang sudah membentuk Peraturan Mahkamah Konstitiusi (PMK) dalam berperkara. Ini merupakan instrumen dalam rangka mem-follow up hukum acara sebagaimana diatur UU MK. Terkait dengan peraturan MK dan persiapan MK ini, saya beri gambaran, ada empat hal perubahan yang penting dalam beracara di MK," kata perwakilan Tim Ahli MK, Guntur Hamzah, dalam diskusi bertajuk "Sengketa Pemilu di MK", di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/3/2014).
Guntur menjelaskan, pertama, MK pada Pemilu 2014 ini akan memberi kedudukan hukum kepada calon perseorangan satu partai untuk berperkara dalam satu dapil. Menurut dia, pihak yang berperkara tinggal mengajukan izin kepada partai politiknya.
"Izin bisa melalui ketua umum dan sekjen, atau sebutan lain yang ada di partainya," kata Guntur.
Kedua, lanjut dia, adalah pola penanganan permohonan. Permohonan perkara di MK pada Pemilu 2014 tidak akan lagi disampaikan langsung kepada panitera. Hal tersebut berbeda dengan permohonan perkara pada 2009 lalu.
"MK sedang membuat rambu (sehingga) itu seminimal mungkin. Dihindari. Menghindari ada pertemuan khusus bahwa petugas sekarang tidak bertemu langsung, tapi pakai loket kaca seperti yang bisa dilihat sekarang," ujarnya.
Ketiga, kata dia, pembagian tiga panel hakim kali ini tidak berdasarkan pada parpol, tetapi berdasarkan provinsi. Dengan begitu, tidak akan terjadi konflik kepentingan antara hakim dan partai politik.
"Terakhir, kita juga sudah memanfaatkan Dewan Etik, yang secara day to day sudah aktif untuk mengawasi dan sekaligus menjaga martabat dari hakim konstitusi. Empat inilah yang secara garis besar akan menentukan bagaimana pola penanganan perselisihan pemilu nanti," pungkas Guntur.
Terkait penanganan sengketa pemilu, MK pernah terseret masalah soal pemalsuan surat penjelasan keputusan MK mengenai sengketa pemilukada di Sulawesi Selatan I. Terakhir, MK terseret kasus dugaan suap ketika menangani sengketa hasil Pilkada Lebak dan Gunung Mas dengan tersangka Ketua MK saat itu, Akil Mochtar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.