JAKARTA, KOMPAS.com – Moratorium iklan politik dan kampanye menjadi sia-sia karena partai politik masih terus beriklan di media massa. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan, pengingkaran terhadap moratorium itu terjadi akibat lemahnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif (pileg) yang memberi banyak celah pelanggaran.
"UU pemilu banyak membuka celah sehingga tidak terterapkan aturan (moratorium) itu,” ujar anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak, di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Senin (10/3/2014).
Dia mengatakan, Bawaslu bisa saja menetapkan parpol diduga kuat melakukan pelanggaran pidana pemilu dengan berkampanye di media di luar jadwal yang diperbolehkan. Namun, kata dia, penegakan hukumnya tetap menjadi tanggung jawab kepolisian dan kejaksaan.
"Dalam bahasa politik, itu adalah pelanggaran. Tapi dalam rangka hukum pidananya sulit karena dalam penegakan hukum pidana itu positivistis, apa yang tertulis, itulah yang ditegakkan. Itu yang dianut kepolisian dan kejaksaan," kata Nelson.
Nelson menuding peserta pemilu hanya menaati hukum jika ada sanksi tegas yang mengancam pelanggarnya. Ia khawatir pelanggaran terhadap peraturan tentang moratorium ini dapat menimbulkan kesan bagi masyarakat bahwa hukum itu tidak perlu dipatuhi.
Moratorium iklan politik dan kampanye itu ditandatangani dalam surat kesepakatan bersama (SKB) antara Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Penyiaran Informasi, dan Komisi Informasi Pusat pada 28 Februari. Moratorium diberlakukan hingga dimulainya kampanye pemilu pada 16 Maret 2014. Namun, sampai saat ini masih banyak iklan politik maupun kampanye yang dilakukan melalui media massa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.