Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Moratorium Iklan Kampanye dan Politik Lemah

Kompas.com - 01/03/2014, 08:47 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia (UI), Effendi Gazali, menilai moratorium iklan kampanye dan iklan politik lemah secara hukum. Surat kesepakatan bersama (SKB) tentang kepatuhan ketentuan pelaksanaan kampanye melalui media penyiaran dapat dengan mudah dilanggar kapan saja.

"Secara hukum, moratorium bisa dilanggar kapan saja karena pasti akan kandas kalau dibawa ke pengadilan," ujar Effendi di Jakarta, Sabtu (1/3/2014).

Ia mengatakan, ada perbedaan persepsi definisi iklan kampanye antara SKB dengan Undang-Undang Pemilu Legislatif yang disusun DPR. Menurutnya, Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilu Legislatif menilai, sebuah iklan politik yang hanya menyampaikan salah satu unsur kampanye saja sudah merupakan bentuk iklan kampanye.

"Sedangkan DPR punya perasaan tersendiri terhadap makna iklan dan kampanye, yaitu harus kumulatif, ada visi, misi, dan program," kata Effendi.

Meski demikian, dia menilai moratorium iklan politik yang diperintahkan SKB dapat menegakkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menegakkan UU Penyiaran. "Karena mengatur penggunaan ranah publik. SKB itu sesuai perasaan sosiologis, perasaan psikologis, dan rasa keadilan publik," katanya.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Pusat (KIP) menandatangani SKB tentang kepatuhan ketentuan pelaksanaan kampanye melalui media penyiaran. Selain menetapkan moratorium iklan politik dan kampanye, SKB itu juga mewajibkan lembaga penyiaran dan peserta pemilu menaati batas maksimum iklan kampanye.

Dalam SKB, gugus tugas juga melarang lembaga penyiaran pemberitaan, rekam jejak atau program yang mengandung unsur kampanye, iklan kampanye, dan hasil survei atau jajak pendapat tentang elektabilitas peserta pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Nasional
Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com