Akil tetap terlihat rapi, seperti ketika masih menjadi hakim konstitusi. Meski sedikit kurus, Akil tetap bugar. Mengenakan batik lengan panjang bercorak hijau ungu, ia duduk sabar menanti giliran di ruang tunggu Pengadilan Tipikor. Ia sudah tiba di gedung Pengadilan Tipikor pada pukul 15.30. Namun, sidang untuk perkara lain masih berjalan. Ditemani sejumlah pengacaranya, termasuk Tamsil Sjoekoer, ia berbincang santai.
Jangan dibayangkan ruang tunggunya satu set sofa lengkap. Ruang tunggu itu hanya diisi beberapa kursi dan meja kayu coklat panjang yang ditempatkan menempel tembok. Banyak orang yang menemani Akil (tim pengacaranya) berdiri di ruang tersebut. Pendingin di ruangan tak berfungsi baik. Sesekali Akil harus mengelap butir-butir keringat di dahinya. Tim pengacaranya berusaha membuka jendela, tetapi tak bisa.
Ketika Kompas datang, Akil sedang bertemu Patrialis Akbar, salah satu koleganya di MK. Patrialis mengaku datang sebagai teman lama. Sebelum bersama-sama menjadi hakim konstitusi di MK, Patrialis dan Akil sama-sama anggota DPR. ”Saya sudah lama sekali tidak bertemu. Ini pertama kali saya bertemu sejak Oktober (penangkapan) itu,” ungkap Patrialis.
Akil banyak bercerita tentang kasus yang menimpanya, termasuk bantahan terhadap dakwaan KPK. Ia pun menceritakan bagaimana harus menjalani penyidikannya.
Ia ditempatkan bersama dua tahanan lain di KPK, salah satunya Andi Mallarangeng. Hidupnya sejak 2 Oktober 2013 berkutat di kamar itu di sela-sela penyidikan. ”Tidak boleh menonton TV, tidak boleh baca koran, tidak boleh ada telepon seluler. Kita tidak tahu apa yang terjadi di luar,” kata Akil.
Akil tidak boleh membawa uang. ”Padahal, kita kan mesti cukur. Dan tukang cukurnya kan harus dibayar,” ujarnya.
KPK ketat mengatur tahanannya. Hari besuk pun ditentukan, siapa saja yang boleh besuk sudah ada di KPK. Tidak boleh sembarangan orang besuk. Akil tak ingin melanggar. ”Daripada masuk ruang isolasi,” ungkap Akil.
Meskipun sudah cukup lama berada di dalam impitan empat dinding di kamar tahanan KPK, Akil tak terlihat down. Akil mengaku tak sempat menangis sebagai tahanan KPK.
Kepada Kompas dan Patrialis, ia menjelaskan peristiwa saat dirinya ditangkap KPK. Sesekali ia membuka lembaran kertas yang sudah disiapkannya. Ia begitu tenggelam dengan dakwaan dan bantahan yang disiapkannya. Ia tak sempat menyentuh air minum dan satu pan piza yang disediakan. (Susana Rita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.